Kecuali dalam konteks pembicaraan sejarah konflik di Aceh, penelitian ini mengambil periode mulai dari awal tahun 2000 sampai Desember 2005, setelah empat bulan pasca kesepakatan damai di Helsinki. Dalam hubungan internasional, peran diplomasi resmi (official)atau diplomasi track one tidak selamanya berhasil dalam menyelesaikan konflik, terutama konflik internal. Anarkisnya situasi konflik internal membuat diplomasi resmi sering mengalami frustrasi dalam menyelesaikan kasus yang ada. Karena itu, konflik internal biasanya diselesaikan tidak melalui lembaga-lembaga resmi internasional tetapi oleh organisasi non pemerintah (NGO) yang dikenal sebagai un-official diplomay atau track two diplomacy. Fleksibilitas dan sifat netral membuat NGO lebih mudah terlibat dan diterima oleh semua pihak tanpa terikat pada protokoler atau ketakutan tiadanya pengakuan terhadap kedaulatan maupun legitimasi. Fokus konsentrasi NGO yang penuh terhadap masalah yang ia hadapi membuatnya lebih mampu memahami permasalahan yang ada dan relatif tidak terbebani oleh keterbatasab waktu. Resiko yang dihadapi ketika peran fasilitasi atau mediasi yang ia lakukan gagal pun tidak terlalu berat, baik bagi NGO itu sendiri maupun bagi pihak-pihak yang terlibat konflik. Alasan inilah menjadikan mengapa NGO, HDC dan CMI, lebih mudah diterima sebagai aktor pihak ketiga untuk menyelesaikan konflik internal daripada aktor resmi lain, seperti PBB, organisasi regional atau antar negara. Kegagalan peran pihak ketiga dalam memediasi konflik pada dasarnya bukanlah karena ketidakmampuannya bertindak sebagai pihak penengah, tetapi karena tiadanya political will dari pihak-pihak yang terlibat konflik itu sendiri dan dukungan maupun tekanan masyarakat internasional untuk menyelesaikan konflik yang ada. Ini karena dalam konflik internal ada kelaziman umum dimana para pemimpin kelompok bersengketa memiliki sifat patologi yang lebih senang mengorbankan propaganda perang total yang mengutamakan kemenangan mutlak dan menafikan kemungkinan kompromi atau dialog dengan lawannya daripada menyelesaikan dengan cara damai.
Key word: Third Intervention Conflict Resolution