- Judul Buku: Resolusi Konflik dalam Islam: Kajian Normatif dan Historis Perspektif Ulama Dayah.
- Nama Pengarang/Editor: Tgk. H. Ibrahim Bardan (Abu Panton)/Hasan Basri M. Nur.
- Penerbit: Aceh Institute Press Jl. Iskandar Muda SK III/12 Punge Blang Cut Banda Aceh, NAD, Indonesia 23234, Telepon 0651-41682, Email: info@acehinstitute.org, www.acehinstitute.org
- Tebal Halaman: xxxii+166
- Tahun Terbit: 2 November 2008
- ISBN: 978-979-17858-1-5
- Sinopsis: Perbedaan-perbedaan yang terdapat pada setiap diri manusia adalah kodrati. Di antara hikmah perbedaan tersebut adalah agar terujudnya proses taarafu (Saling kenal-mengenal antara diri dan kelompok yang berbeda-beda). Ketidakarifan diri dalam menyikapi perbedaan tersebut bisa menimbulkan potensi konflik. Setiap konflik yang terjadi harus diupayakan perdamaian, yang dalam Islam dikenal dengan istilah al-shulh atau terkadang disebut juga dengan term ishlah. Filosofi dasar dari konsep al-shulh adalah menghindari konflik, Rasulullah selalu mengutamakan prinsip al-shulh dalam kebijakannya seperti perjanjian Hudaibiyah dan ketika Rasulullah kembali ke Mekkah yang disertai dengan prosesi ibadah haji juga berisi misi perdamaian. Periode Islam di masa sahabat juga merefleksikan adanya sebuah spirit untuk menghindari dan menyelesaikan konflik dengan cara terbaik dengan mengedepankan prinsip-prinsip al-shulh. Ada perbedaan peran ulama dalam dinamika penyelesaian konflik Aceh dalam kurun 1998-2006, hal ini dikarenakan berbedanya kondisi sosial politik di setiap putaran sejarah mulai dari masa referendum, UU Otsus, CoHa dan UUPA. Pada masa referendum unsur ulama yang lebih berperan dan terlibat secara aktif adalah ulama dayah yang terhimpun dalam RTA dan HUDA. Pada waktu UU Otsus 18/2001 dan CoHA peran ulama dayah yang dimotori oleh RTA dan HUDA justru tidak terlalu menonjol, meskipun demikian, mereka terlibat dalam proses pendampingan, pendidikan dan pengayoman masyarakat pada level masyarakat yang lebih bawah. Sedangkan peran mediasi lebih banyak dimainkan oleh ulama rasional dan moderat yang berbasis kampus seperti Imam Syuja, Rusjdy Ali Muhammad, Safwan Idris, Daniel Djuned dan ulama struktural seperti Muslim Ibrahim, Abu Daud Zamzami dan Ismail Yakob. Ketika UUPA, kedua kutub ulama ini cenderung lebih terbuka satu sama lain, keduanya aktif dalam proses memberikan masukan. Pola-pola mediasi dan peran mereka dalam dinamika penyelesaian konflik Aceh adakalanya secara formal dan informal dan adakalanya mereka tampil atas nama pribadi, intinya mereka sangat berperan dalam proses rekonsiliasi konflik di Aceh. Bukti lain besarnya peran ulama dalam menyikapi persoalan bangsa adalah meletusnya peristiwa DI/TII sebagai bentuk perlawanan para ulama dan rakyat atas pengkhianatan pemerintah pusat, dan salah satu aspek menarik adalah bagaimana peristiwa DI/TII yang telah berlangsung selama beberapa tahun dapat diselesaikan dengan prose islah yang masih satu akar kata dengan al-shulh yang merupakan konsep perdamaian dalam Islam. Konsepsi al-shulh dalam adat Aceh dikenal dengan istilah suloh, Konsepsi suloh Aceh adalah perpaduan nilai-nilai agama dengan budaya lokal, dengan menempatkan agama pada posisi tertinggi, sehingga suloh Aceh sejalan dengan Islam.