Rajam Demi Sebuah Informasi

0
248

Konflik yang terjadi di Aceh dalam rentang 1976 hingga 2005 telah banyak memakan korban jiwa maupun harta. Sejarah mencatat selama periode itu banyak sekali kasus-kasus besar yang terjadi yang menyisakan berbagai pilu, seperti Tragedi Simpang KKA dan Tragedi Arakundo Aceh Utara, dan Pembantaian di Beutong Ateuh, serta tidak kalah pahitnya adalah segala kepahitan –penyiksaan, pembantaian, pemerkosaan dan pembunuhan di Rumoh geudong, Sigli, Pidie.

Tepatnya tanggal 23 Maret 2017 lalu, LSM PASKA Aceh dan masyarakat Mukim Aron, Glumpang Tiga, Pidie menyelenggarakan doa bersama dalam rangka mengenang tragedi Rumoh geudong dan sekaligus peletakan batu pertama tugu memorialisasi sebagai penanda peristiwa kekerasan yang pernah terjadi di rumah tersebut. Penulis berkesempatan hadir dan mengikuti setiap prosesi acara hingga selesai. Pada akhir acara penulis berkesempatan mewawancarai salah satu korban konflik yang pernah mengalami penyiksaaan luar biasa oleh aparat militer di Rumoh geudong. Beliau adalah MY, warga Cot Tuenong, desa yang bertetangga dengan lokasi Rumoh Geudong.

MY bersama suaminya pernah dimasukkan ke Rumoh Geudong selama 2 hari 1 malam. Beliau mengisahkan tepat pada tengah malam, jarum jam menunjukan pukul 23.00 tanggal 25 oktober 1990, aparat militer mengambil paksa suaminya yang sedang berada di rumah dengan tuduhan suaminya adalah anggota GAM dan mata-mata dari pihak GAM. Suaminya langsung dibawa ke Rumoh Geudong, dan tiga jam berselang, giliran dirinya yang dijemput untuk dibawa ke lokasi yang sama.

MY sedang mengandung anak ketiga yang saat itu sudah memasuki bulan ke delapan. Setiba di lokasi, MY menemukan sesosok mayat yang sudah ditutupi dengan kain, terletak di sudut lantai. Mayat tersebut adalah suaminya yang diambil paksa 3 jam lalu. Sebelum meninggal, korban sudah terlebih dahulu mendapatkan penyiksaan.

Seperti nasip suaminya, MY juga mendapatkan penyiksaan yang sangat luar biasa selama proses interogasi untuk mendapatkan keterangan tentang jumlah anggota GAM yang berada di kampungnya. Karena tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan, MY terus disiksa: ia ditelanjangi, digantung, disiram bensin, dipukuli dengan tangan yang terikat ke belakang tanpa ada satu pun pakaian di tubuh beliau.

“Saya melihat secara langsung, silih berganti korban lainnya yang tidak bersalah dan tidak tahu apa-apa, dibawa masuk ke dalam Rumoh Geudong, baik laki-laki maupun perempuan untuk dimintai keterangan dan tak luput dari siksaan, segala jenis siksaan yang sadis, melampaui batas-batas kemanusiaan, demi mendapatkan informasi” tutur MY.

MY berharap kepada pemerinah Aceh agar benar-benar memperhatikan nasip korban konflik, para janda dan anak-anak yatim yang kehilangan orang tua di masa konflik. Pemerintah juga diminta untuk bisa memberikan lapangan pekerjaan dan pendidikan gratis dan layak bagi anak-anak supaya mereka bisa mencapai cita-cita mereka seperti anak-anak Aceh lainnya yang tidak mengalami konflik.

Rahmat Ari Yanda [Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik, FISIP UIN Ar-Raniry, Banda Aceh]

 

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.