Oleh : Khairiati Safriana
Aceh tidak lagi menjadi daerah yang aman dari wabah Corona. Setelah satu orang pasien –Pasien Dalam Pengawasan (PDP)—yang meninggal pada Senin, 23 Maret 2020 dalam kondisi positif Covid-19 maka wajah Aceh menuju kekalutan. ini adalah pasien pertama yang meninggal, yang lalu disusul dengan beberapa nama PDP yang tersebar di beberapa kabupaten/kota di Aceh. Sama dengan beberapa daerah lain di nusantara, Aceh juga mencatat diri sebagai daerah yang rentan wabah.
Dalam kacamata agama, Covid-19 dilihat sebagai bencana yang Allah kirimkan untuk menegur manusia. Ia menjadi hukuman atas kelalaian setiap hamba, baik mereka yang bersalah ataupun yang tidak bersalah, selain juga merupakan bagian dari ujian kehidupan. Setiap hari kita melihat orang-orang yang terpapar virus, lalu menuju ruang isolasi dengan dua peluang, kembali sembuh atau pergi untuk selamanya.
Apakah ini azab untuk kita semua? Dulu kita bebas pergi kemana saja bersama kawan kawan dan sekarang harus berada di rumah saja, dulu kita ke kampus untuk berguru bersama para sahabat, saat ini semua harus kita kerjakan dari rumah saja, dan dulu setiap bertegur sapa kita bersalaman sekarang harus kita menahan tangan. Tak hanya sekolah, beberapa masjid mulai menghentikan aktivitas rutinnya. Muazzin menghimbau shalat lima waktu dilakukan di rumah, shalat Jumat ditertibkan dan bahkan diganti dengan shalat dhuhur.
Lebih jauh, perbatasan ditutup, kunjungan keluar negeri dan keluar daerah dibatasi, dan hampir satu bulan Masjidil Haram ditutup untuk pelaksanaan umrah sehingga Ka’bah dan Raudhah Rasulullah sepi dari jamaah. Apakah Allah membenci kita? Tentu tidak. Ini adalah peringatan Allah bagi orang yang mau berfikir dan menjadikan wabah ini sebagai jalan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Betapa tidak, Wabah Corona ini penuh misteri karena sampai saat ini kita belum tahu siapa yang tertular dan siapa yang menularkan. Sehingga, ke mana saja kita melangkah akan selalu merasa was-was, takut akan terkena wabah yang lambat laun mempengaruhi kondisi psikis kita yang kita sebut dengan psikosomatik.
Kasus Corona ini mendorong kita untuk lebih takut dan lebih dekat kepada Allah SWT, sebagaimana juga firman Allah Berfirman: Tidaklah kami turunkan tanda-tanda kekuasaan kami melainkan agar mereka takut. (QS. Al-Isra: 59). Ayat ini mengindikasikan semestinya dengan adanya Wabah Covid-19 ini kita lebih takut kepada Allah SWT dan kita manusia ini sangat lemah dan rentan terkena virus. Selama masa perintah #StayAtHome yang dianjurkan pemerintah kepada kita, yang awalnya 14 hari saja dan kini diperpanjang ke Bulan Mei 2020, lakukanlah hal-hal yang positif. Bila ada gejala terpapar Corona, maka jujurlah kepada tim medis dan Jangan berbohong agar para medis bisa menangani penyakit kita dengan baik dan mereka pun tidak menjadi korban gara-gara kebohongan informasi yang kita sampaikan.
Kejujuran kita akan menyelamatkan kita dan juga bisa menyelamatkan keluarga kita. Bagi yang belum tertular virus mematikan ini, berdiamlah diri di rumah dengan sabar dan tawakkal. Lakukan hal-hal yang positif seperti membaca al-Quran, berzikir, membaca buku-buku yang pengayaan wawasan atau sekedar membantu orang tua. Intinya lakukanlah segala yang bermanfaat. #StayAtHome dan jangan kemana-mana dulu. Patuhilah peraturan pemerintah, jika tidak berkepentingan jangan keluar rumah, dan jikapun harus keluar rumah maka jangan lupa untuk memakai masker dan selalu cuci tangan, Walaahu ‘alam bis shawab.
*Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Politik FISIP UIN Ar-Raniry, Banda Aceh*