Covid-19 Dan Dilema Kemanusiaan

0
113

oleh : Mega Petri Pira

Kini Pandemi telah menjadi ironi, seolah sudah menjadi suratan takdir, Pandemi ini dengan cepat mengalir menyusuri hampir seluruh negeri. Tak pandang bulu, tidak memilih ras, agama dan profesi apapun, Covid-19 membuat dunia tergoncang dengan korban yang kian bertambah.

“Jauhi pandeminya, bukan orangnya”, kata orang-orang. Namun fakta yang terjadi di sekitar kita sungguh menyesakkan dada, banyak yang kurang peduli dan tidak menjaga diri, ada yang pergi menghadap yang Kuasa namun jenazahnya tidak diterima masyarakat, bahkan keluarga para korban juga ikut dikucilkan.

Covid-19 memang harus dihindari, tapi mengapa rasa kemanusiaan seolah tak lagi berarti? Mengatasnamakan peduli, banyak pihak terkait yang menekankan untuk menjaga diri dan mereka yang sudah terlanjur terpapar Covid-19 harus dihindari. Nasip mereka dihakimi massa, menjadi korban dua kali, dengan adanya stigma negative di kalangan masyarakat. Tak hanya kondisi fisik pasien yang melemah, kondisi psikis pasien juga kian memburuk dengan adanya gunjingan masyarakat dan pemberitaan yang menggiring opini masyarakat untuk segera menghindar.

Informasi tak hanya sekedar asumsi. Informasi yang tepat dan akurat sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Karena itu pemerintah meminta perusahaan pers untuk memberikan informasi yang tepat dan akurat. Dan bisa bertanggung jawab atas kebenaran informasi tersebut. Hoax merajalela dikalangan masyarakat, tata cara yang salah dalam menjaga kesehatan banyak dilakukan oleh mereka yang kurang bertanggung jawab. Adanya rasa kesadaran dari dalam diri masyarakat sangat dibutuhkan, untuk menyaring segala informasi yang ada. Melihat sumber terkait dapat dipercaya atau tidak. Untuk mengurangi penyebaran hoax dikala pandemi ini.

Waspada terhadap virus mematikan ini sangat di haruskan, namun rasa kemanusiaan dan kepedulian terhadap sesama tetap harus diutamakan. Mereka yang menjadi pasien, korban dan keluarga korban covid 19 ini, tidak membutuhkan gunjingan dan hujatan, bukan dihindari tetapi dihargai, bukan dikucilkan melainkan dukungan moral. Dukungan yang paling mudah dalam membantu semua pihak adalah dengan menjaga diri, menjaga kebersihan dan berada di rumah saja, menikmati waktu bersama keluarga dan berdoa untuk mereka yang diharuskan melakukan kegiatan diluar rumah agar senantiasa dilindungi dan terhindar dari virus ini.

Mencegah lebih baik daripada mengobati, kebijakan pemerintah untuk pencegahan penyebaran Covid-19 sudah ditetapkan. Tetap di rumah, mengurangi aktivitas diluar rumah, menjaga jarak saat berkomunikasi dengan orang lain, menggunakan masker, rajin mencuci tangan dan menghindari keramaian.

Namun, tetap di rumah saja juga memiliki banyak desakan serta kebutuhan khususnya untuk bisa bertahan hidup. Belum lagi tuntutan untuk membesarkan anak dan mengurus keluarga yang mau tak mau harus mengais rezeki diluar rumah? Tidakkah mereka menuai rugi dikarenakan menurunnya pembeli?

Indonesia memiliki banyak masyarakat miskin baru. Bagaimana tidak? Banyaknya karyawan yang dirumahkan dan dipecat tanpa pesangon dari perusahaan yang membuat banyak dari mereka tak tahu harus berbuat apa. Mereka yang berpenghasilan harian dan diharuskan bertemu orang lain tak lagi mendapat rezeki seperti biasanya, dikarenakan tuntutan pemerintah harus menjaga diri dan menjaga jarak.

Banyak pihak yang mengkritisi kebijakan pemerintah yang dirasa memiliki kekurangan. Tak sekedar memberi ide, banyak pihak yang telah ikut membantu pemerintah dalam penanganan Covid-19 ini. Sikap gotong royong masyarakat Indonesia sangat terlihat, banyaknya organisasi dan berbagai kalangan yang menyalurkan bantuan dan donasi, seperti membagikan masker dan hand-sanitizer bahkan memberikan sembako kepada mereka yang membutuhkan agar tetap bisa menjaga imunitas tubuh dengan asupan yang cukup.

Banyak keluhan dari berbagai kalangan perihal pandemic ini, baik masyarakat biasa, public figure hingga mahasiswa. Telah ditetapkan bahwa pelajar dan mahasiswa diharuskan untuk belajar di rumah untuk memutus mata rantai penyebaran virus. Ada beberapa orang yang menyuarakan keluhannya melalui social media, belajar online yang menguras kantong dan otak dikarenakan keperluan kuota yang harus cukup dan tugas yang kian menumpuk membuat banyak kalangan menjadi frustasi dan bingung. Banyaknya tugas dan deadline yang bersamaan membuat banyak siswa dan mahasiswa kesulitan diakibatkan pandemic ini.

Indonesia akan mampu memenangkan pertarungan melawan Covid-19 apabila warga patuh dengan kebijakan yang telah dicanangkan pemerintah. Kini di rumah saja menjadi pilihan, menjaga jarak menjadi tuntutan dan rebahan dapat memberi perubahan. Wallahu ‘alam.

*Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry Banda Aceh – Semester VI*

 

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.