Matinya Rasa Kemanusiaan

0
140

Oleh : Nurzakiah

Saat ini masyarakat dunia sedang resah dengan kedatangan tamu yang tidak diundang. Tamu ini bukan sembarang tamu, ukurannya kecil tapi mematikan. Corona namanya atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Siapa yang tidak kenal dengan dia? Virus yang menyerang bagian sistem pernafasan tanpa mengenal usia.

Virus ini pertama sekali ditemukan di kota Wuhan, China, pada akhir Desember 2019. Ia menular dengan cepat ke seluruh negara, termasuk Indonesia. Media kompas.com yang melansir data Worldometers, pada tanggal 7 April 2020 mencatat sebanyak 1.352.158 jiwa terkena serangan Corona di dunia –dimana 287.679 jiwa dinyatakan sembuh dan 75.294 jiwa meninggal dunia.

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Media kompas.com hingga 7 April 2020 tersebut juga mencatat 2.738 jiwa yang terkena infeksi virus –dimana 204 orang dinyatakan sembuh, sementara 221 orang yang meninggal dunia. Dari data tersebut dapat kita lihat angka kematian dari kasus Covid-19 lebih tinggi di bandingkan yang sembuh.

Namun sangat disayangkan di sejumlah daerah pemakaman jenazah Covid-19 menghadapi masalah yaitu penolakan dari warga setempat. Hal itu karena adanya ketakutan dan keresahan terkait penularan Covid-19. Karna itulah pemakaman jenazah penderita Covid-19 menuai kontroversi terutama di kalangan masyarakat yang belum memahami standar proses pemakaman jenazah Covid-19.

Permasalahan penolakan pemakaman jenazah covid-19 terjadi di beberapa daerah seperti Banyumas, Bandar lampung, Depok, Medan dan beberapa daerah lainnya. Sebagai contoh: pasien Covid-19 asal Purwokerto Timur, meninggal dunia di RSUD Margono Soekarjo Puwokerto. Saat jenazah akan di makamkan, tiba-tiba muncul penolakan warga dengan adanya jenazah Covid-19 di wilayah mereka. Prosesi pemakaman mendapat penolakan di lima kecamatan: Purwokerto Timur, Purwokerto Selatan, Pakit Raja, Wangon, dan Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah dengan alasan khawatir akan berdampak terhadap kesehatan masyarakat sekitar (kompas.com, 31/o3/20)

Bagaimana kondisi keluarga korban saat mendengar penolakan pemakaman tersebut? Pasti timbul rasa kecewa, padahal proses pengurusan mayat sudah mengikuti seluruh protokol keamanan pemakaman.

Hal ini sungguh memprihatinkan, terutama stigmatisasi di kalangan masyarakat yang masih kurang faham tentang protocol pemakaman jenazah Covid-19. Saat ini masyarakat masih memberikan stigma buruk dan kurangnya pemahaman mereka tentang protocol pemakaman jenazah covid-19. Sudah terjadi penggerusan empati warga pada sesama. Bila masalah ini tidak segera ditangani maka dampak buruk lainnnya sudah menunggu di depan mata. Sosialisasi harus lebih ditingkatkan lagi.

Kepala Departemen kedokteran Forensik dan Medikolegi RSU dr Soetomo Surabaya. dr. Edi Suyanto, SpF, SH.MH., menegaskan bahwa secara ilmiah ilmu kedokteran penularan virus melalui jenazah itu mustahil. Apalagi virus Corona yang hanya bisa bertahan hidup pada inangnya. Kalau inangnya sudah mati, virusnya juga ikut mati. Sama dengan HIV/AIDS dan juga H5N1 (flu burung). Dr. Edi juga mengatakan setelah tujuh jam pasien meninggal, virus juga ikutan mati. Karena virus itu suatu bakteri yang tidak bisa hidup secara mandiri (detik.com, 31/3/2020)

Jenazah Covid-19 selama ini sudah ditangani sesuai dengan standar operational prosedur (SOP) oleh para medis maka virus tidak akan tersebar. Adapun tata caranya adalah, pertama, apabila jenazah tersebut muslim akan ditayamumkan terlebih dahulu lalu dikafani seluruh tubuhnya; kedua, jenazah di masukkan ke dalam kantong jenazah yang tidak tembus air; dan terakhir jenazah di masukkan ke dalam peti yang tidak tembus air dan udara.

Kasus penolakan pemakaman di Banyumas diatas menstimulus empati warga dari dua kecamatan tetangga –Desa Banjar Anyar, Suka raja dan Desa Karang Kemiri, Pekunce– yang secara sukarela menyiapkan lahan untuk pemakaman jenazah covid-19. Mereka tiadk mencari sensasi publik, melainkan karena panggilan kemanusiaan saja.

Derajat manusia sangat dimuliakan di muka bumi ini walau sudah meninggal sekalipun. Lalu apa masih ada kemuliaan itu? Dengan kondisi saat ini masih banyak yang mengucilkan atau mengusir penderita Covid-19. Saat ini adalah waktu yang tepat untuk kita memperkuat solidaritas sesame. Memang kita harus jaga jarak tetapi ikatan antar sesama manusia harus kita rapatkan.  Ingat yang harus kita jauhi itu penyakitnya, bukan orangnya.

*Peulis adalah Mahasiswa Fakultas Psikologi UINAR semester IV, menginspirasi dari kota Banda Aceh*

 

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.