Aceh memiliki sejumlah 36 universitas, negeri dan swasta, dengan jumlah total mahasiswanya mencapai ratusan ribu orang yang terdiri dari berbagai budaya. Dari sekian jumlah diatas, sebagiannya mestilah pendatang baru di Aceh ini yang kita sebut anak rantau atau mahasiswa perantauan.
Jumlah mahasiswa perantauan di Aceh terbilang cukup banyak hal ini bisa dilihat dari “matinya denyut kota” khususnya di bilangan Darussalam pada musim-musim libur perkuliahan, khususnya pada saat Iedul Fithri setiap tahunnya. Toko penjaja makanan dan minuman setiap sorenya disemuti oleh para mahasiswa yang mengisi perut dan bertahan hidup. Bisa dipastikan mayoritas pembeli adalah mahasiswa perantauan yang tidak pulang ke rumah untuk mengakses konsumsi rutin tersebut.
Aceh juga termasuk daerah destinasi favorit para wisatawan lokal dan mancanegara, yang terpesona pada pantai berpasir putih dan pemandangannya yang elok. Mahasiswa perantauan pun, disela-sela perkuliahan mereka, sering menghabiskan sore dengan menatap laut bertemankan es kelapa.
Menjadi perantau tentu bukanlah pilihan mudah. Tidak banyak orang yang ingin hidup di perantauan, baik karena alasan menuntut ilmu maupun bekerja karena merantau berarti kurang kasih sayang dari keluarga terdekat dan jauh dari kampung halaman. Artinya merantau adalah sebuah keputusan, bukan pilihan. Jika ingin merantau kita harus memutuskan apakah sanggup berpisah dengan keluarga yang kita sayangi untuk beberapa waktu? Karena itu merantau juga memerlukan tekad yang kuat, bukan asal ikut tanpa persiapan.
Hidup di perantauan, pada masa-masa awal tentulah sedikit mengkhawatirkan; tidur sendirian, belum familiar dengan lingkungan tempat tinggal, dan kesulitan menemukan menu-menu rutin seperti biasa. Konon lagi bila terbiasa hidup manja di rumah bersama ayah dan ibu. Namun seiring waktu, segala kekhawatiran itu juga berlalu. Positifnya, kemampuan dan afektif kita pun semakin terasah.
Menurut Teori Belajar (Thorndike, 1930) setiap perilaku yang terjadi pada manusia merupakan hubungan antara stimulus dan respon. Stimulus adalah sesuatu yang merangsang terjadinya perilaku atau hal-hal yang ditangkap melalui alat indera, sedangkan respon adalah reaksi yang muncul dari individu setelah menerima stimulus. Apabila individu dihadapkan pada keadaan atau situasi yang baru, maka secara otomatis organisme ini memberikan respon dan tindakan-tindakan yang bersifat coba-coba atau bisa juga berdasarkan naluri karena pada dasarnya setiap stimulus itu pasti ditemukan respon.
Berdasarkan teori itu, saat mahasiswa perantau itu berhadapan dengan situasi yang baru ia akan membangun pola respon yang bersifat uji coba yang berbasis naluri. Saat semua sudah mapan, pola respon pun akan berjalan secara otomatis dimana si mahasiswa sudah tahu apa saja yang bisa di lakukan guna memecahkan suatu masalah tanpa bantuan orang lain. Guna menenangkan fikiran orang tua, kami jarang memberi berita buruk pada orang tua dan menyelesaikan sendiri setiap kerikil tajam yang menyelimuti.
Seiring berjalannya waktu kami sadar bahwa universitas yang kami jalani ini adalah takdir Allah, dan merupakan pilihan terbaik lengkap dengan segala cobaan yang mampu kami pikul. Kami percaya bahwa perantau akan memiliki jiwa yang lebih kuat dari pada sebelumnya, Independent living will make you learn anything around you.
“Tinggalkan negerimu agar kau dapatkan kerabat dan teman baru
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang (Imam Syafi’ie)”
Jasinda Amalia (Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Syiah Kuala, perantauan asal Bekasi)