Home Diskusi Publik Media Briefing and Recommendation: Menelaah Potensi dan Titik Rawan Sengketa Menuju Pemilu...

Media Briefing and Recommendation: Menelaah Potensi dan Titik Rawan Sengketa Menuju Pemilu Damai 2024

0
271

[29 September 2022] The Aceh Institute — Sejak berlakunya UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, perekrutan anggota komisioner Komisi Independen Pemilihan (KIP) secara perlahan bergeser meninggalkan nilai independensi yang sesungguhnya. KIP periode 2013-2018, 2018-2023, sangat kental beraroma partai politik.

Demikian pendapat dua akademisi cum peneliti The Aceh Institute yang terdiri dari Zainal Abidin, dan Fajran Zain, dalam briefing paper “Aceh Menyambut Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024” yang di-review oleh Saiful Mahdi. Paper tersebut disampaikan pada acara “media briefing and recommendation”, yang digelar pada Kamis (29/9/2022), pukul 09.00 sampai 12.30 WIB di Kyriad Muraya, yang terletak di bilangan Simpang Lima, Banda Aceh.

Zainal Abidin dan Fajran Zain hadir sebagai penyampai briefing paper pada acara itu. Mereka berdua menjelaskan tiap bahasan yang disampaikan di dalam kertas taklimat, lengkap dengan rekomendasi, yang kemudian ditanggapi oleh sejumlah pengelola media dan wartawan, termasuk yang berhimpun di bawah bendera Serikat Media Siber Indonesia (SMSI).

Salah satu yang dibahas di dalam kegiatan tersebut adalah sistem perekrutan panitia seleksi (pansel) penjaringan calon komisioner KIP Aceh, dan kabupaten/kota.

Zainal Abidin menyampaikan setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh,dan terbitnya Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Pemilihan di Aceh, kemudian qanun tersebut digantikan oleh Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2016 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum dan Pemilihan di Aceh, telah terjadi penguatan terhadap dominasi DPRA/K dalam penentuan siapa yang akan menjadi komisioner KIP.

Legislative heavey tersebut diberikan ruang oleh Pasal 10 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2016, bahwa DPRA diberikan kewenangan membentuk tim independen yang bersifat ad-hoc. Tim independen tersebut bertugas untuk melakukan penjaringan dan penyaringan calon anggota KIP Aceh paling lambat tiga bulan sebelum berakhirnya masa keanggotaan KIP Aceh.

Tim independen yang berjumlah tujuh orang tersebut terdiri dari unsur akademisi, tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, dengan memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 %.

“Untuk maksud yang sama penjaringan dan penyaringan anggota KIP kabupaten/kota dilakukan oleh tim independen yang bersifat ad-hoc berjumlah 5 orang seperti diatur dalam pasal 14 qanun yang sama,” sebut Zainal Abidin.

Dalam perekrutan anggota KIP Aceh dan kabupaten/kota melibatkan tiga kembaga strategis yaitu legislatif (DPRA/K) sebegaia perekrut, KPU yang menetapkan, dan gubernur danbupati/walikota yang melantik.

Dalam beberapa kasus, seperti di Simeulue, bupati menolak melantik komisioner KIP setempat selama bertahun-tahun. Tidak ada lembaga yang bisa menyelesaikan persoalan tersebut.

“Itu dibenarkan di dalam peraturan. Gubernur dan bupati/walikota bisa saja dengan berbagai alasan membatalkan pelantikan karena sosok anggota terpilih bukan orangnya gubernur atau orangnya bupati/walikota,” kata Fajran Zain.

Pansel Tidak Independen
Kedua akademisi tersebut merujuk berbagai analisis, bersepakat bahwa panitia seleksi yang dalam bahasa qanun disebut tim independen yang dibentuk oleh legislatif malah tidak independen. Mereka dinilai oleh banyak kalangan bersikap partisan.

Pansel mengikuti seleksi melalui ujian tulis dan wawancara yang dilakukan oleh legislatif, dengan potensi subjektivitas sangat tinggi.

“Hal inilah yang membuat sejumlah intelektual atau pakar dalam bidang elektoral memilih untuk tidak ikut-ikutan dalam kontestasi rekrutmen pansel, karena tidak memiliki indikator objektif dalam proses seleksinya.

Bursa pansel tidak lebih dari sekadar pasar lapangan pekerjaan yang bisa dimenangkan oleh siapa saja berdasarkan subjektivitas,” sebut Zainal Abidin.

Pansel yang Ideal
Zainal Abidin dan Fajran Zain memberikan tawaran solusi. Untuk mewujudkan tim pansel calon anggota komisioner KIP Aceh dan kabupaten/kota, tidak berdasarkan hasil seleksi dari DPRA/K. Tapi dipilih berdasarkan serangkaian tes yang dilakukan oleh personal yang berlatar belakang akademisi, tokoh agama, penggiat LSM, dan pakar bidang pemilu, dan mereka semua merupakan individu yang teruji integritasnya.

Pengalaman tersebut telah dimiliki oleh Aceh sebelum diberlakukannya UU Nomor 11 Tahun 2006, yaitu  Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Saat itu Komisi Independen Pemilihan (KIP) yang masih bersifat ad-hoc dibentuk oleh DPRD Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan diserahkannya kewenangan penjaringan kepada manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala.

DPRD Aceh juga pernah merekrut tim ahli –para tokoh yang dimintai kesediaannya, sejenis Pansel KIP—untuk terlibat dalam perekrutan anggota KIP. Tugas mereka bersama-sama DPRA melakukan fit and proper test terhadap 21 nama hasil saringan dari FE USK. Uji kepatutan tersebut digelar secara terbuka dan dapat ditonton oleh semua elemen masyarakat. Fit and proper test itu digelar di Gedung utama DPRD NAD.

Kedua penulis briefing paper tersebut menyebutkan beberapa kesimpulan, antara lain; proses rekrutmen komisioner KIP Aceh dan KIP kabupaten/kota tidak dikuasakan secara mutlak pada legislatif (legislative heavy), namun dibagikan juga kepada lembaga atau individual yang dianggal layak dan mampu secara lebih proporsional.

Penentuan pansel tidak melalui mekanisme seleksi oleh DPRA/K, tapi berdasar permohonan kesediaan kepada tokoh masyarakat dan ahli kepemiluan/pemilihan yang integritasnya telah teruji.

Dalam pelaksanaan setiap tahapan seleksi pansel harus dibantu oleh pihak ketiga seperti kampus, lembaga psikologi, atau lembaga lainnya yang relevan.

Fit and propert test dilakukan oleh DPRA harus secara terbuka di tempat terbuka yang dapat diakses oleh publik, sehingga rakyat bisa menilai kualitas setiap calon.

 

*Telat terbit di: https://komparatif.id/pansel-kip-sebaiknya-tak-lagi-dominan-legislative-heavy/

 

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.