FGD Koordinasi Implementasi Qanun Kawasan Tanpa Rokok (Qanun KTR) di Aceh

0
667

[10 Maret 2023] The Aceh Institute – The Aceh Institute (AI) bersama Dinas Kesehatan (Dinkes) Aceh mengadakan Forum Group Discussion (FGD) koordinasi implementasi Qanun Kawasan Tanpa Rokok (Qanun KTR) di Aceh. Kegiatan ini diselenggarakan pada Selasa (21/3/2023) di Aula Task Force Dinkes Aceh.

Akademisi Universitas Syiah Kuala Irwan mengatakan sebelumnya disahkan pada 2020 lalu, Aceh menjadi satu-satunya provinsi yang belum memiliki Perda tentang kawasan bebas rokok. Meski begitu, dalam empat bulan penyusunan Qanun KTR, Aceh berhasil mengembangkan Perda yang berbeda dengan milik provinsi lain di Indonesia.

“Orang-orang Aceh ini unik, karena itu penyusunan Qanun kawasan tanpa rokok didasarkan pada asas agama atau maqasid al syariah, sehingga masyarakat agamis kita lebih patuh” terang Irwan, yang juga salah satu tim penyusun Qanun.

Lebih lanjut Irwan menilai tokoh agama dan kepala SKPA harus menjadi role model penegakan Qanun KTR. Apalagi dalam qanun tersebut, SKPA harus menjadi penyelenggara dan pengawas perpanjangan tangan Gubernur di kantor masing-masing.

“Penegakan di kantor pelayanan publik dan kantor dinas terlihat seperti anomali, bagaimana KTR bisa diimplementasikan bahkan saat leading sector juga masih merokok di tempat itu,” lanjutnya.

dr. Warqah Helmi dari Yayasan Jantung Sehat menuturkan, masyarakat secara umum sudah paham bahaya merokok. Namun meski begitu, tahapan untuk menghentikannya tidak bisa langsung instan, apalagi kegiatan merokok dilarang berdasarkan Qanun yang sanksinya hanya denda 200 ribu atau penjara 7 (tujuh) hari.

Mantan Kepala Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh ini mengingatkan agar tahapan implementasi Qanun Kawasan Tanpa Rokok disusun dalam timeline waktu yang jelas. Tidak bisa langsung ditindak dan dihukum saat masyarakat tidak tahu.

Pemerintah Aceh Harus Dukung Impelmentasi Qanun KTR

Disisi lain, dr. Warqah meminta agar jangka sosialisasi juga harus ditetapkan. Jangan sampai penegakan Qanun KTR berlarut-larut seperti hidup segan mati tak mau.

Sementara itu Azhari, perwakilan Satpol PP Aceh mengatakan hingga saat ini, pihaknya sebagai salah satu petugas utama penegakan Qanun KTR meminta agar sanksi pelanggaran KTR harus dipublikasi secara massif, sehingga melanggar tahu konsekuensi yang mereka terima.

“Sanksinya harus dipublikasikan agar pelanggaran tau konsekuensi tindakan mereka, jangan sampai nanti saat penindakan timbul ceh-coh karena salah paham,” sebut Azhari.

Menurut Azhari, realitas di lapangan sangat jomplang. Pihaknya tidak bisa menindak sembarang karena produk KTR belum well-known oleh publik.

Menanggapi hal tersebut, Bisma Yadhi Putra Research & Training Manager The Aceh Institute menekankan untuk bisa diimplementasikan dengan sempurna, penegakan Qanun KTR harus mendapatkan dukungan penuh dari seluruh pihak pemangku kebijakan, minimal Gubernur dan kepala-kepala SKPA.

“Penegakan ini dapat bekerja maksimal bila ada political will dari pemangku kebijakan, dan political act untuk menelurkan produk turunan dari Qanun KTR, baik itu dalam bentuk Pergub atau lainnya,” kata Bisma.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.