[Kamis, 2 Juni 2022] The Aceh Institute – Melihat adanya persoalan pro-kontra tentang rokok yang belakangan ramai dibicarakan terkait haram, halal atau lainnya, Aceh Institute menggelar FGD dengan berbagai tokoh ulama, perwakilan dayah dan ormas Islam yang bertema “Persoalan Rokok: Sisi Kemaslahatan & Ekonomi?”.
Acara ini berlangsung secara hibrid, dimana diskusi offlinenya diselenggarakan di Hotel OASIS Banda Aceh, menghadirkan para pemantik yaitu Abon Dr. Tgk. H. Muhibbutthabary, M.Ag (Wakil Ketua II MPU Aceh), Dr. Yuni Roslaili (Akademisi UIN Ar Raniry) dan T. Muhammad Ghufran, ME (Publication Assistant AI). Sementara yang bertindak sebagai moderator adalah Bella Elphira, SIP.
Menurut Dr. Tgk. H. Muhibbutthabary, M.Ag (Abon Muhib) mengatakan bahwa rokok sudah menjadi tradisi dan gengsi dimana dianggap sebagai kesiapan secara finansial. Selain itu, Abon Muhib juga menyebutkan bahwa rokok bukan haram lizzatihi (secara zat) tapi haram dari efeknya (perilaku). Sehingga, dayah-dayah sudah boleh menertibkan santrinya untuk tidak merokok karena hukumnya makruh dari perpektif agama.
Dr. Yuni Roslaili mengatakan dari perpektif, akademisi menganggap bahwa diskusi rokok merupakan proses tadarruj untuk menemukan hukum akhir. Beliau juga menambahkan bahwa terkandung banyak racun dan zat berbahaya sedangkan dalam kajian hukum hanya dituliskan nikotin. Dari sisi kesehatannya perokok dapat mudah lelah dan hipertensi hingga penyakit dalam lainnya seperti jantung hingga ibu hamil dan bayi sebagai perokok pasif.
Secara ekonomi menurut T. Muhammad Ghufran rokok menimbulkan multiplier effect baik dari segi kesehatan, pembangunan ekonomi sampai dengan kemiskinan. Secara ekonomi, rokok menyumbangkan nominal yang besar bagi PDB Indonesia namun dampak kerugian makro ekonominya bisa sampai 4 kali lipat. Fenomena sekarang ini masyarakat lebih memilih untuk membeli rokok daripada kebutuhan pangan dan kesehatan lainnya. Di Aceh sendiri, pengeluaran konsumsi rokok menempati poisi kedua terbesar yang berkontribusi terhadap kemiskinan
Sementara itu, direktur Aceh Institute Muazzinah Yacob menilai persoalan rokok merupakan hal yang penting dimana banyak hal yang bisa mengganggu hak orang lain untuk memperoleh lingkungan yang sehat dan sebagainya. Masih banyak juga didapati masyarakat yang tidak paham terkait Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Secara Regulasi, sebenarnya sudah banyak yaitu Qanun Aceh tentang KTR dan Qanun Banda Aceh tentang KTR. Kemudian terdapat juga Fatwa MPU Aceh nomor 18 tahun 2014 tentang merokok menurut pandangan Islam dengan salah satu ketetapannya yaitu “merokok dengan perilaku perokok yang tidak menghargai orang lain hukumnya haram”. Dengan berbagai regulasi tersebut, semoga dapat diimplementasikan dengan efektif demi kemaslahatan bersama.