Ada Cinta Allah dalam Setiap Musibah

0
302

Oleh : Deri Monty Surga

 

Tulisan ini bukanlah catatan teoritik, namun lebih pada kutipan dari para alim ulama dan guru-guru kita, karena ada kaidah yang mengatakan setiap kata yang keluar dari seorang alim adalah ilmu dan duduk sejenak dengan mereka seperti duduk di perpustakan. Apa yang telah mereka pelajari dari kitab-kitab kemudian mereka tuangkan ke dalam ceramah, lalu ceramah-ceramah itulah yang penulis nukilkan dalam atikel ini.

Seorang mahasiswa ketika berhasil mengerjakan tugas atau ujian dengan baik, maka ia akan mendapat nilai yang bagus. Karena itu ia akan dipromosikan ke jenjang berikutnya. Begitu juga manusia, ketika ia mampu melewati ujian dari Allah SWT maka dengan sendirinya derajatnya akan ditinggikan oleh Allah SWT.

Seberapa besarkah ujian itu? Ibarat pohon, semakin tinggi batangnya maka semakin kencang pula angin yang akan menerpanya. Bila akarnya tidak kuat, ia akan mudah roboh saat diterjang badai. Begitu juga dengan manusia, bila akidahnya tidak kuat maka ia gampang menyalahkan Allah SWT atas ujian yang menimpanya. Padahal ujian tersebut adalah bukti cinta dari sang Khaliq untuk makhluk-Nya.

Ketika Allah SWT sayang kepada kita maka Allah akan menguji iman kita, salah satunya dengan rasa sakit. Sakit kepala, depresi, Corona bahkan duri yang menusuk kaki, semua itu adalah ujian dari Allah dan menurut salah satu referensi Sunnah Rasulullah, itu adalah cara Allah SWT menghapus dosa-dosa hamba.

Pertanyaannya, apakah Allah SWT berikan pandemic Corona ini untuk mengazab kita atau untuk menghapus dosa-dosa kita? Kita tidak tahu. Mari kita husnu dhan kepada Allah. Segala musibah yang kita terima memiliki tiga kemungkinan. Pertama, boleh jadi kita memiliki banyak dosa di masa lalu sehingga dengan ujian tersebut Allah ingin menghapus dosa-dosa kita. Kedua, boleh jadi Allah sedang mengangkat derajat kita. Ketiga, boleh jadi kita sudah sampai di tempat tertinggi namun dalam catatan malaikat amal kita masih kurang sehingga Allah SWT berikan kita ujian. Sikap sabra terhadap ujian tersebut akan mengangkat derajat kita ke level itu.

Musibah bisa terjadi pada siapa saja, namun kita tidak bisa dengan serta merta menilai bahwa sahibul musibah adalah seorang pendosa di masa lalunya. Terdapat adab dalam menilai sebuah musibah. Mari berfikir positif bahwa jika ia sosok yang baik maka musibah itu ditujukan untuk mengangkat derajatnya, dan jika ia sosok yang jahat maka boleh jadi musibah itu sebagai bagian dari pengampunan dosa-dosanya.

Syukurilah semua yang diberikan oleh Alllah SWT. Jika kita masih hidup bersyukurlah bahwa kita masih bisa melakukan amal saleh, bahkan jika kita telah meninggalpun kita tetap harus bersyukur, setidaknya dosa kita tidak semakin bertambah.

Dalam menghadapi musibah kita tetap harus berusaha dan bertawakkal kepada Allah SWT. Habib Umar bin Hafidz mencatat bahwa musibah itu sama seperti bercocok tanam: Tabur benihnya, sirami dengan air dan rawat tanaman yang ada sebaik mungkin, dan dalam setiap proses itu tetaplah bersandar kepada Allah SWT dalam keselamatan hasil dan buahnya.

Analoginya, tetaplah menjaga kesehatan dan keselamatan bersama, turuti arahan tim medis dalam menghadapi Virus Corona ini. Dari jawaban Habib Umar kita bisa menyimpulkan bahwa mereka yang imannya kelas bawah, yang tidak mematuhi semua protocol yang ada dengan dalih tawakkal kepada Allah, maka itu sama seperti orang yang beternak ikan tanpa memberi umpan atau sebatas memberi umpan namun tidak melakukan perawatan.

Maka sebagai orang beriman mari tidak terlalu larut dalam kesedihan sehingga lupa bahwa kita mempunya Allah SWT. Banyak hikmah yang bisa kita ambil dari musibah ini misalnya kita yang dulunya kurang menjaga kebersihan sekarang sudah terbiasa menjaga kebersihan, atau kita yang dulunya masih jarang ke masjid maka sekarang sudah rajin ke mesjid, atau kita yang dulunya merasa dirinya hebat dan sombong sekarang sadar bahwa dia tidak memiliki kekuasaan apapun.

Abu Mudi, seorang Ulama Aceh pernah mengatakan bahwa setiap yang enak jangan langsung ditelan, bisa jadi akan mendatangkan penyakit, dan setiap yang pahit jangan langsung dimuntahkan sebab bisa jadi ia akan menjadi obat. Artinya janganlah tergesa-gesa mem-vonis pandemic ini sebagai keburukan yang diberikan oleh Allah, bisa jadi disana ada kebaikan untuk kita, seperti adanya perubahan perilaku dimana kita akan semakin taat, semakin bersih, semakin banyak waktu untuk berkumpul bersama keluarga, dan semakin sering membaca Qur’an.

Mari tatap dunia dengan semangat baru. Orang beriman akan tetap bersemangat dalam bisnisnya atau dalam kiprah politiknya. Namin yang perlu diingat bahwa dunia bukan tujuan akhir. Jangan jadikan dunia sebagai cita-cita tertinggi. Wallahu A’lam Bi Shawab

*Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry Banda Aceh*

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.