Oleh : Harri Santoso
Hingga Juni 2021 Pandemic COVID-19 masih belum menunjukkan tanda-tanda akan segera berakhir. Data Ikatan Dokter Indonesia (IDI) per 17 Juni 2021, sebanyak 12.624 kasus dan akan menjadi diatas 20.000 pada tanggal 26 Juni 2021. Jika dibandingkan dengan data 15 Mei 2021, terjadi peningkatan 500% kasus Covid-19 yang diikuti dengan kasus kematian. Sementara itu Bed Occupation Rate (BOR) atau tingkat keterisian pasien di rumah sakit untuk ruang isolasi dan ICU mencapai hingga 90%. Pada banyak RS dikota-kota besar di Indonesia terdapat antrian yang panjang dan penumpukan pasien di instalasi gawat darurat.
Sejak akhir 2019 ketika virus ini menjadi salah satu penyakit yang paling ditakuti di seluruh dunia, hampir dipastikan seluruh negara di dunia termasuk Indonesia merasakan dampak buruk dari Covid-19, baik dampak ekonomi, pendidikan, sosial dan budaya. Dampak ekonomi misalnya penurunan tingkat hunian hotel, tingkat penjualan bagi perusahaan besar dan kecil, rendahnya tingkat kunjungan wisata sehingga menyebabkan banyaknya pemutusan hubungan kerja bagi para pekerja di Indonesia.
Menteri Ketenagakerjaan RI, Ida Fauziyah mengatakan bahwa angka pengangguran di Indonesia selama pandemi Covid-19 meningkat dari 4,9 persen menjadi 7 persen atau menjadi 9.7 juta orang.
Dalam bidang pendidikan, tidak sedikit mahasiswa dan siswa merasakan dampat negatif dari proses pembelajaran daring mulai penurunan prestasi, kehilangan semangat belajar hingga meningkatnya tingkat stres pada mahasiswa dan orang tua, serta yang paling memilukan terjadinya kasus bunuh diri yang terjadi di beberapa kota di Indonesia seperti yang menimpa siswi SMA di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan dan siswa SMP berusia 15 tahun di Kabupaten Tarakan Kalimantan Utara.
Menurut prediksi para ilmuwan, pandemic Covid-19 ini akan terus menjadi kendala bagi kehidupan masyarakat dunia jika kepatuhan masyarakat untuk mengikuti vaksinasi rendah dan tingkat kepatuhan terhadap norma kehidupan baru –yaitu mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak serta menghindari keramaian—diabaikan.
Jika merujuk pada sejarah hari keluarga nasional Indonesia yang dicanangkan pada tahun 1992, hari keluarga nasional dimaksudkan untuk mengingatkan seluruh masyarakat Indonesia akan pentingnya keluarga sebagai sumber kekuatan untuk membangun bangsa dan negara. Keluarga diharapkan menjadi sumber yang selalu menghidupkan, memelihara dan memantapkan serta menjadi perisai dalam menghadapi persoalan yang terjadi.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2016) mendefinisikan keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Definisi diatas adalah definisi keluarga inti, keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Namun seiring perkembangan masyarakat, kita sering sekali mendefinisikan sebuah kelompok yang memiliki kesamaan asal daerah, profesi, kesenangan, tempat bekerja dst menjadi sebuah keluarga dalam masyarakat kita.
Tulisan ini memotret keluarga secara luas. Kita sering mendengarkan istilah keluarga masyarakat Pasundan, keluarga masyarakat Minang, keluarga besar universitas A dan seterusnya. Pandemi Covid-19 telah meluluh lantakkan ketahanan keluarga-keluarga kecil di Indonesia sehingga tidak jarang kita mendengarkan berita meningkatnya angka perceraian di masa pandemic karena kondisi ekonomi keluarga yang memburuk.
Bagi keluarga kelas menengah keatas pandemic menjadikan mereka bisa berinteraksi lebih intens, namun bagi keluarga miskin, pandemic telah menjadi salah satu faktor terjadinya keretakan dalam rumah tangga mereka.
Karena itu perlu adanya perhatian keluarga besar dari masyarakat seperti: Kepala keluarga ditingkat kota yaitu Walikota untuk memastikan bahwa seluruh anggota keluarganya di kota yang ia pimpin aman dari potensi perpisahan, kepala keluarga dalam sebuah perusahaan yaitu direktur harus mampu memastikan bahwa anggota keluarganya jauh dari potensi perceraian.
Kepala keluarga pada sebuah universitas yaitu rektor harus mampu memastikan bahwa seluruh sivitas akademikanya aman dari potensi keretakan yang diakibatkan pandemic Covid-19. Pandemic telah menghilangkan banyak kesempatan, meningkatkan kecemasan akan masa depan, memunculkan kekhawatiran, terpisahnya keluarga-keluarga Indonesia hingga hilangnya nyawa manusia.
Akhirnya penulis ingin menyampaikan kepada kepala keluarga pada tingkat dimanapun anda berada, mari pastikan bahwa anggota keluarga yang kita pimpin berada dalam keadaan baik-baik saja. Jika kondisi sedang berada pada kondisi yang fit maka hal ini harus disampaikan apa adanya agar setiap anggota keluarga waspada bukan malah sebaliknya pimpinan keluarga berlagak seolah-seolah keluarganya dalam keadaaan baik-baik saja.
Jika anda seorang Gubernur, tanggung jawab anda tidak terbatas kepada keluarga inti anda saja namun seluruh masyarakat yang hidup di wilayah provinsi yang menjadi tanggung jawab anda. Seorang Rektor, harus mampu memastikan bahwa anggota keluarganya mendapatkan seluruh hak yang seharusnya ia dapatkan hal ini penting dalam rangka memastikan bahwa dengan terpenuhinya seluruh hak keluarga kita, mereka akan sejahtera baik sejahtera psikologis maupun ekonomi.
Seorang bupati tidak hanya mampu memperhatikan kebutuhan keluarga intinya saja namun juga harus bijak dalam memenuhi segala hal yang menjadi kebutuhan masyarakatnya. Jika ini yang terjadi, maka penulis yakin bahwa keutuhan keluarga-keluarga diseluruh Indonesia tetap terjaga. Keutuhan dan Kekuatan keluarga Kecil Indonesia yang kemudian akan membentuk keluarga besar Indonesia yang kuat. Selamat Hari Keluarga Nasional 2021.
**Penulis adalah Akademisi Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry**