Ada Covid-19 dalam Shaf Shalat

0
149

Oleh : Fikriatul Husnia

Severe Acure Respiratory Syndrome Corona Virus-2 (SARS CoV-2 ) atau yang lebih dikenal dengan nama virus Corona adalah jenis virus baru yang muncul pada akhir Desember 2019 di Wuhan, China. Virus ini mendadak menjadi teror mematikan bagi masyarakat dunia karena telah memakan ribuan korban jiwa hanya dalam waktu dua pekan saja. Hal yang paling mengkhawatirkan adalah obat penawar virus ini belum ditemukan sementara sang virus terus mencari mangsa.

Virus ini bisa menular bila terjadi kontak fisik seperti berpelukan, bersalaman, menyentuh dan terkena tetesan (droplet) yang keluar saat bersin atau batuk. Virus ini menular sangat cepat dan bersifat mematikan, karena virus ini bisa menyebabkan sesak nafas, pneumonia akut hingga kematian.

Sekarang virus ini telah menyebar ke seluruh dunia. Menurut perhitungan AFP setidaknya 1.000.036 kasus telah dilaporkan di seluruh dunia dengan 51.178 kematian. Jumlah kematian pasien telah meningkat dua kali lipat sejak 27 Maret lalu. Jumlah kasus infeksi menunjukkan bahwa virus Corona saat ini menyebar dengan tingkat yang sangat mengkhawatirkan.

Di Indonesia sendiri virus Corona pertama kali diumumkan pada tanggal 2 Maret 2020 yang lalu. Sejak saat itu kasus infeksi pun terus bertambah. Selain lonjakan pasien positif yang tumbuh drastis, virus Corona telah menyebar ke 32 provinsi di Indonesia. Dengan meningkatnya jumlah korban, pemerintah pusat sudah menerapkan  status kedaruratan kesehatan dan menghimbau masyarakat untuk melakukan sosial distancing

 

Menyasar Jamaah Mesjid

Salah satu dampak Covid-19 yang paling nyata adalah berubahya suasana peribadatan, dimana semua agama tidak bisa melaksanakan ibadah di tempat-tempat peribadatan yang ada. Para pemuka agama menegaskan kepada seluruh umat beragama untuk melaksanakan ibadah di rumah masing-masing dalam upaya menekan penyebaran virus Corona, serta mengingatkan umat Islam agar lebih khusyuk dalam beribadah di rumah saja.

Di beberapa wilayah Aceh, salah satunya di Aceh Barat Daya (Abdya), masyarakat masih melaksananakan ibadah shalat berjamaah di mesjid, tetapi dengan jumlah jamaah yang sedikit berkurang dibandingkan dengan masa-masa sebelum adanya Corona. Ritme shalat juga bertambah dengan pembacaan doa Qunut penolak bala pada setiap waktu shalat fardhu.

Kecuali shalat Fardhu yang mulai terganggu, suasana shalat Jumat tetap berjalan seperti adanya, ramai dan lancar. Walaupun Pemerintah Arab Saudi telah meniadakan shalat jamaah di mesjid-mesjid, dan fatwa MUI juga telah membolehkan penggantian shalat Jumat ke shalat Dhuhur, namun Abdya tidak terlalu terganggu dengan himbauan tersebut.

Lalu bagaimana hukum mengganti shalat Jumat ke shalat Dhuhur? Hukum shalat Jumat bagi laki-laki adalah wajib (QS. Al-Jumuah: 9). Namun karena alasan wabah dan kebijakan preventif, maka mengganti sholat Jumat dengan dhuhur dibolehkan. Hal ini diperkuat dengan fatwa atau Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hal ini termasuk dalam kategori Uzur Syar’iy dimana seseorang boleh untuk tidak melaksanakan satu kewajiban tersebut dan menggantikannya dengan kewajiban yang lain.

Beberapa preseden lain dalam masa Covid-19 ini adalah pelaksanaan shalat berjamaah di beberapa mesjid dan juga Mesjid Baiturrahman Banda Aceh yang menerapkan model saf Berjarak 1 meter, dimana jamaah yang satu dengan jamaah yang lain berdiri di saf yang sama tetapi dengan jarak satu meter (Lihat Taushiah MPU Aceh No. 4/2020). Ketetapan ini akan terus berlangsung hingga musim pandemi dinyatakan benar-benar berakhir.

Lalu bagaimana hukum shalat berjamaah dengan saf seperti itu? Shalat berjamaah dianggap sah dengan ketentuan adanya seorang imam, muazin dan jamaah, meskipun jarak para jamaah berjauhan. Dalam kitab Nihayah Al-Zain disebutkan, jika imam dan makmum berada dalam satu masjid dan melakukan shalat berjamaah, maka shalat mereka sah, sekalipun jarak saf mereka jauh bahkan sampai 300 hasta. Artinya model shalat seperti yang dilakukan oleh sebagian jamaah di Aceh saat ini adalah boleh dan sah menurut salah satu mazhab fiqh.

Pun begitu, kalaulah ada yang mengatakan bahwa sebuah saf haruslah rapat dan menjadi salah satu syarat sahnya shalat berjamaah, pendapat ini juga bisa diimani. Dengan adanya ragam pandangan ulama, tinggallah kita menunaikan dengan mengikut pada salah satu dari pandangan ulama diatas. Boleh jadi shalat jamaah kita kurang afdhal karena saf yang berjarak, tetapi itu masih jauh lebih baik dibandingkan dengan mereka yang tidak menunaikan shalat sama sekali.

Wallaahu ‘alam bis shawab…

*Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Psikologi UINAR Semester IV, Menginspirasi dari kota ABDYA*

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.