Kelihatannya, hal semacam ini yang sedang menimpa Abu Bakar Baasyir. Ia menjadi salah satu korban pengalihan isu sentral di Pusat, saat ini. Seperti diberitakan, 9 Agustus, tepatnya ketika umat Islam sedang gempita menyambut kedatangan bulan suci Ramadan, pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia, Abu Bakar Baasyir, ditangkap oleh Densus 88. Penangkapan yang keempat kalinya itu santer saja menjadi isu gempita di Tanah Air, mulai dari Jakarta hingga ke daerah-daerah, tak terkecuali di Luar Negeri. Penangkapan Baasyir yang bukan sekadar isu tersebut seakan mengkonter isu korupsi yang sedang panas-panasnya di meja hijau.
Uniknya, penangkapan Baasyir itu persis seperti penyergapan terhadap raja teroris yang hendak melarikan diri dari buruan pihak keamanan. Kesigapan polisi yang tergabung dalam Densus 88 saat menyergap rombongan Baasyir sempat menyebabkan kaca mobil yang ditumpangi tokoh Pesantren Al Mukmin, Solo, itu pecah.
Penangkapan yang tiba-tiba inilah, meskipun dikait-kaitkan dengan kunjungan Presiden SBY ke Ciwidey, Jawa Barat, membuat sebagian kalangan menilai Pusat sedang berusaha mengalihkan isu. Seperti diketahui, instansi Polri sedang diterpa isu dahsyat tentang kepemilikan rekening gendut oleh sejumlah mantan dan pejabat tinggi Polri. Korupsi di tubuh Polri ini sempat menjadi isu sentral hingga lebih tiga bulan diberitakan media secara kontinyu, yang kemudian diredupkan oleh kasus video panas Ariel-Luna Maya-Cut Tari. Kelihatan pula, ditemukannya video Ariel tersebut sebagai angin timur bagi polisi untuk tidak melanjutkan pemeriksaan terhadap Susno Duoji, sebab keterangan Susno dapat membongkar korupsi di tubuh Polri secara besar-besaran. Akan tetapi, kasus Ariel perlahan mengecil seiring mengakunya Cut Tari, kendati Ariel dan Luna tak berhasil dipaksa polisi untuk mengakui kesalahannyasetidaknya hingga hari ini.
Pemeriksaan terhadap kasus video panas Ariel berlangsung berbulan-bulan itu telah menyebabkan tenggelam isu rekening gendut di tubuh polisi. Padahal, bilamana mau dilihat, banyak kasus video porno yang dilakukan oleh artis-artis ibukota yang lain bahkan pernah juga ditemukan skandal video porno oleh pejabat pemerintahan suatu daerah dan anggota DPR. Namun, kasus video Ariel adalah isu terlama yang dikembangkan oleh polisi. Apalagi kalau ini bukan dari trik pengalihan isu dari isu sebelumnya, tentang rekening gendut tersebut?
Isu Berantai
Mengamati isu berantai di tingkat pusat yang dibesar-besarkan itu semakin meyakinkan sekelompok pihak bahwa Polri sedang berusaha menciptakan isu baru. Padahal, sebelumnya Polri sangat antusias membasmi perihal korupsi. Namun, tatkala soal korupsi melanda institusi mereka sendiri, isu teroris menjadi pilihan paling jitu diselesaikan secepatnya.
Sayangnya, prasangka teroris yang diungkap oleh polisi selalu pada umat Islam, terutama dari kalangan pesantren. Hal ini akan memberikan kesan bahwa pesantren adalah ladang teroris. Dengan kata lain, orang akan beranggapan bahwa polisi telah memandang rendah terhadap penganut agama Islam, yang mayoritas di Tanah Air.
Anehnya lagi, jika ada yang diduga terlibat teroris, polisi kini selalu mengaitkannya dengan Aceh, yang lagi-lagi akan memberikan kesan stereotipe Aceh adalah tempat latihan teroris yang aman. Jika benar demikian, polisi berarti sebenarnya sedang membantah keberhasilan mereka dalam menumpas teroris di Aceh beberapa waktu lalu. Bukankah ketika perburuan teroris dilakukan di Aceh, polisi disebut-sebut sudah berhasil menguasai tempat latihan teroris di Aceh? Dengan munculnya berita yang dikait-kaitkan dengan teroris di Aceh, berarti polisi sedang membantah keberhasilan mereka menumpas teroris di ujung Sumatera tersebut.
Kesan lain yang sedang disuguhkan oleh Polri, di balik pengalihan isu ini, adalah polisi sekarang tidak memerlukan lagi praduga tak bersalah, tetapi cukup dengan praduga bersalah. Jika seseorang yang sudah diduga bersalah, aparat keamanan negara ini dengan mudah menyergap langsung yang diduga tersebut. Kalau perlu, sergapan dilakukan seperti menyergap pencuri kambing yang kedapatan sedang melakukan aksi.
Hal ini terlihat jelas pada penangkapan Baasyir, yang menurut juru bicara kepresidenan, seharusnya disampaikan dahulu pada presiden dan tunggu jawaban dari presiden. Namun, Julian A Pasha, sang Jubir Presiden, mengaku bahwa presiden tidak memberikan intruksi menangkap Baasyir, tiba-tiba Baasyir sudah dalam kerangkeng pemeriksaan Polri.
Butuh Ketegasan
Isu demi isu yang sedang berlangsung secara episode di negara ini sangat membutuhkan kebijakan tegas dari pemimpin bangsa. Seharusnya Presiden SBY dapat mengambil sikap tegas terhadap lakon yang sedang dimainkan oleh Polri. Bukan malah memberikan statemen yang multitafsir.
Komentar SBY yang mengatakan bahwa dirinya tidak pernah membawa soal teroris ke dalam ranah agama atau ranah politik dapat dipahami beragam oleh publik. Sebelumnya, menjelang Pemilu setahun lalu, SBY sempat mengklaim bahwa dirinya target teroris, dengan memperlihatkan foto bekas latihan tembak. Tentunya komentar SBY saat itu sarat politis, karena dirinya sedang dalam pencalonan sebagai kandidat presiden.
Ingat pula pada Senin, 17 Mei 2010. Kala itu, SBY diberitakan sejumlah media sedang memberikan konferensi pers terkait soal teroris. Dalam keterangan persnya di Bandara Halim Perdanakusumah, SBY menyebutkan tujuan dari pergerakan teroris adalah mendirikan negara Islam.
Dua penjelasan ini sangat kontradiktif dengan statemen SBY pada pekan lalu yang mengatakan tidak membawa kasus teroris ke ranah politis dan Islam. Manakala seorang pemimpin tertinggi negara saja dapat mengeluarkan pernyataan yang multitafsir, tidak diragukan lagi pihak keamanan negara pun dapat bertindak dengan seribu satu penafsiran. Tidak salah jika demikian, sebagian kalangan menafsirkan penangkapan Baasyir kali ini sebagai pengalihan isu dari isu-isu korupsi, yang kita harapkan bersama dapat tuntas secepatnya.