Peneliti: Wacana Penundaan Pengumuman Pilpres Menyesatkan

0
102

“Amatan saya tindakan penundaan menunjukan sikap reaksioner berlebihan tanpa landasan rasional dan legalitas hukum yang kuat. Cenderung dipengaruhi untuk memberikan ruang agar memberikan waktu untuk melakukan strategi politik lainnya”

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tindakan kubu Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda sidang rekapitulasi suara 22 Juli dinilai menyesatkan.

“Sebab, rekap sudah dilakukan perjenjang secara sistem kepemiluan di Indonesia,” ujar Aryos Nivada, peneliti Aceh Institute, dalam pernyataannya, Sabtu (19/7/2014).

Atas usulan ataupun wacana itu, imbuh pengajar di Universitas Syiah Kuala ini, kubu PrabowoHatta telah melakukan pendelegitimasian peran dan fungsi KPU.

Anehnya lagi, terang Aryos, usulan penundaan itu tidak masuk akal karena rekap nasional belum berlangsung. Alhasil, mekanisme keberatan tidak memberikan kepastian legal.

“Amatan saya tindakan penundaan menunjukan sikap reaksioner berlebihan tanpa landasan rasional dan legalitas hukum yang kuat. Cenderung dipengaruhi untuk memberikan ruang agar memberikan waktu untuk melakukan strategi politik lainnya,” terangnya.

Jika secara institusi KPU mengikuti usulan itu, KPU berpeluang dikontrol sehingga menghilangkan atau melunturkan sikap independen dan profesional dari institusi KPU tersebut.

Sebelumnya, kubu Prabowo-Hatta mengklaim menemukan banyak indikasi kecurangan di beberapa daerah terkait proses Pilpres 2014.

Karena itu, kubu Prabowo-Hatta meminta KPU menunda sidang pleno rekapitulasi suara yang sedianya digelar 22 Juli.

“Kami akan kirim surat ke KPU minta penundaan rekap di daerah masalah dan penundaan rekap hasil pilpres,” ujar anggota Tim Pembela Merah Putih Didiek Supriyanto di Rumah Polonia, Jakarta Timur, Sabtu (19/7/2014).

Di tempat yang sama, anggota tim lainnya Habiburokhman mengatakan salah satu contoh temuan indikasi pelanggaran adalah banyaknya pemilih yang memilih tidak sesuai domisilinya tanpa menggunakan form A5.

Hal itu terjadi di sejumlah provinsi termasuk di DKI Jakarta. Oleh karena itu pihaknya meminta KPU untuk menunda penghitungan suara dan menggelar pemilihan suara ulang di sejumlah daerah yang diindikasikan ada kecurangan.

Sumber : Tribunnews.com

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.