Kemerdekaan Semu

0
113

Namun, di usianya yang sudah senja ini, Indonesia belum berhasil merias wajahnya sehingga nampak sebagai sebuah bangsa yang merdeka, adil dan beradab. Mengutip pernyataan seorang warga, Jikapun merdeka, maka itu hanya kemerdekaan Negara, bukan kemerdekaan warga Negara.

Secara fisik mungkin rakyat di negeri ini memang bisa merasakan kemerdekaan setelah para ulama dan pejuang-pejuang Islam dengan izin Allah berhasil mengusir kafir penjajah dari Nusantara. Namun, secara batin dan moral, kita belum bisa disebut merdeka. Karakteristik sebuah masyarakat yang merdeka belum melekat erat dalam tatanan kehidupan masyarakat dan para penguasa di negeri ini. Padahal, kemerdekaan negeri ini sudah mencapai usianya yang ke enam puluh lima tahun, jangka waktu yang cukup lama sebenarnya untuk membuat negeri ini makmur dan maju sebagaimana negara-negara tetangga semacam Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura. Akibat situasi ini pula, sebagian pengamat meyakini beberapa dasawarsa ke depan, Timor Timur yang notabenenya merupakan bekas salah satu propinsi Indonesia yang baru merdeka pada 1999 diprediksi akan menyaingi kemajuan Indonesia dalam banyak aspek.

Ketika para pendiri republik ini menyusun falsafah negara, mereka menyepakati 5 butir Pancasila sebagai falsafah Negara Indonesia. Kelima butir ini, faktanya hingga saat ini belum konsisten dijalankan oleh para penguasa negeri ini. Misalnya butir kedua yang berbunyi: Kemanusiaan yang adil dan beradab. Faktanya, puluhan juta orang masih berada di bawah garis kemiskinan. Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan angka kemiskinan pada 2010 tidak banyak berubah dengan 2009 yakni 14,15 persen, dan di Indonesia orang suka atau tidak suka harus bekerja karena jika menganggur ia akan mati (antaranews.com).

Sementara disisi lain, kasus-kasus korupsi semakin merajalela di negeri ini. Hampir saban hari media massa mengupas kasus-kasus korupsi, kolusi dan nepotisme yang diperankan oleh para pejabat negara yang mengelola negeri ini. Belum tuntas satu kasus, esok hari kita kembali mendengat kasus lainnya. Belum tuntas penyelesaian mega kasus Bank Century yang merugikan rakyat triliunan rupiah yang sampai sekarang belum ada tindak lanjutnya. Kasus ini bahkan ada kemungkinan akan dibiarkan tanpa langkah-langkah konkrit, khususnya terhadap para penanggung jawab yang telah menggelontorkan dana bailout kepada bank tersebut sebesar Rp 6,7 triliun. Kasus ini akan berlalu bersamaan dengan waktu seperti kasus-kasus lain sebelumnya.

Setelah kasus Century, kemudian kita kembali menyaksikan mega kasus lainnya yang dipelopori Gayus Tambunan sebagai pion-nya. Gayus adalah seorang pegawai Dirjen Pajak dengan golongan pegawainya III a yang menjadi seorang milyuner. Terungkap bahwa kekayaannya yang fantastis itu adalah hasil korupsi/sogokan yang mencapai Rp 25 miliar (Republika, 30/3/2009, jumlahnya Rp 28 miliar). Dari kasus Gayus Tambunan ini terungkap hampir seluruh oknum penegak hukum dari berbagai institusi terlibat seperti polisi, jaksa, aparat pajak, dan aparat penegak hukum lainnya. Mereka terlibat secara sistemik dan individual dalam kasus ini.

Ini hanyalah salah satu kasus yang terungkap dan ternyata telah merembet ke demikian banyak institusi penegak hukum . Dan anehnya, tak ada yang merasa malu sedikitpun! Ketika di pengadilan, wajah para tersangka tak sedikitpun menunjukkan adanya rasa penyesalan. Sebagian wajah mereka malah tampak tetap ceria dan menebar senyum ke mana-mana. Wajah mereka juga tegas-tegas menatap kamera saat bertemu dengan para wartawan.

Kita juga teriris ketika beberapa waktu lalu terungkap bahwa pemilihan deputi senior Gubernur Bank Indonesia (BI), Miranda Gultom, tidak sebersih yang diperkirakan orang. Sangat menyesakkan dada mana kala kita mengetahui adanya anggota dewan dari PDIP, Golkar, dan PPP yang menerima uang ‘balas budi’ yang nilainya bermilyar-milyar dan hal ini dijelaskan dengan gamblang dan terang benderang. Tapi, sampai sekarang yang ditekuk di pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) hanya yang menerima traveller cheque, sedangkan yang menyogok mungkin masih dapat tertawa-tawa di rumahnya. Buktinya tak ada pengadilan yang menjatuhkan hukuman berat bagi mereka yang telah melakukan kejahatan, yang berkaitan dengan korupsi, sogok, suap, dan maling uang negara. Kasus yang paling spektakuler dalam sejarah bangsa ini, yaitu kasus BLBI yang menghabiskan Rp 650 triliun. Dan anehnya, orang yang sudah melakukan kejahatan korupsi, menerima sogok dan suap dalam skala yang sangat besar dan massif, justru mendapatkan perlakuan istimewa di negeri ini. Tidak seperti teroris, yang langsung dimatikan, ditembak, dan tidak ada yang berani membela.

Ironisnya, disaat yeng bersamaan, beban utang Indonesia masih melangit. Terhitung total utang Indonesia saat ini mencapai Rp 1.600 triliun. Untuk yang akan jatuh tempo pada tahun 2010 ini saja mencapai Rp 115 triliun. Menurut Menteri Keuangan Agus Martowardojo saat konferensi pers di ruang pers Kementerian Keuangan, Pada tahun ini (utang jatuh tempo) Rp110 triliun dan kalau ditambah bunga menjadi Rp 115 triliun (detikfinance.com 25/05/10).

Dalam aspek hukum, ketidakadilan saban hari dialami oleh warga Negara di republik ini. Kita ter-iris menyaksikan Janda Pejuang Kemerdekaan, Soetarti Soekarno, Roesmini, dan Timoria Manurung, dalam kasus perebutan rumah dengan Pegadaian. Hal ini menunjukkan tidak adanya rasa menghargai jasa pahlawan yang dimiliki republik ini. Setiap tahun kita merayakan Hari Kemerdekaan, namun nampaknya apa yang diarayakan oleh Bangsa ini tidak lebih hanya seremonial belaka, tanpa memaknai dan menjiwai sosok pahlawan yang berani berkorban, mengutamakan kepentingan Bangsa, membela yang benar bukan yang bayar.

Sebagai warga Negara, kita juga teriris menyaksikan aksi-aksi Satpol PP yang begitu perkasa ketika membabat habis lapak-lapak pedagang miskin tanpa memberikan solusi yang adil bagi para pedagang-pedagang miskin tersebut. Kebijakan-kebijakan seperti menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL), konversi dari minyak ke gas, kekurang sigapan dalam menangani kenaikan harga-harga barang kebutuhan pokok, penanggulangan teror “bom dapur, dll merupakan bukti kacau balaunya negri ini.

Dalam masalah keamanan, faktanya Indonesia masih bergantung kepada Amerika. Kini kerjasama keamanan tersebut semakin erat. Sebagai contoh: TNI Angkatan Laut Indonesia dan Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) sepakat untuk meningkatkan kerja sama keamanan maritim di kawasan Asia Pasifik pada April 2010 lalu. Ancaman embargo masih menjadi senjata ampuh Amerika untuk menakut-nakuti Indonesia. Menguti apa yang disebut oleh Ali Mustofa PemRed Majalah Bengawan Rise, bahwa pemikiran dan politik Negara kita juga masih berkiblat kepada pemikiran dan politik barat. Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia belum sepenuhnya merdeka. Bahkan, bisa dikatakan “Indonesia masih terjajah”.

Apa sebenarnya yang menghadang laju kemajuan negeri yang bernama Indonesia ini? Ternyata jawabannya adalah semangat untuk berubah menjadi lebih baik tidak pernah mampu tertanam dan subur dalam jiwa aparatur pelaksana pemerintahan negeri ini. Para penguasa di negeri semakin tamak ketika diberi kepercyaan mengemban amanah rakyat untuk mengelola negeri ini. Budaya korupsi, kolusi maupun nepotisme yang jelas-jelas menjadi sebab terbesar kehancuran negeri ini dengan sengaja terus dilestarikan. Bahkan yang lebih ironis, ternyata pelestarian budaya tersebut dilakukan secara sistematis dan terstruktur dan serta juga dilindungi oleh hukum yang direkayasa oleh para mafia berbaju pejabat Negara. Adanya simbiosa-mutualisme antara pengusaha dan penguasa sudah mengakar sangat dalam dan menjadi rahasia Negara yang diketahui rakyat.

Inilah kisah ironi di hari kemerdekaan, kemerdekaan semu di sebuah negeri yang dihuni para penjahat, koruptor, tukang tipu, tukang sogok dan suap, para maling uang Negara. Negri itu bernama, Indonesia.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.