Media Untuk Demokrasi

0
155

Semua proses ini sangat dipengaruhi oleh pemberitaan media. Dimana media mempunyai peran yang sangat strategis untuk membentuk opini masyarakat dan juga pemerintah untuk mewujudkan sebuah proses demokrasi yang baik dan aman. Artinya sebuah berita yang diberitakan oleh media dapat melahirkan persepsi baik atau persepsi buruk. Jika Aceh diberitakan dalam kondisi tidak kondusif, maka tidak kondusiflah Aceh. Sebaliknya, jika Aceh diberitakan dalam kondisi aman, maka persepsi yang terbangun Aceh adalah Aman.

Model Media

Dalam konteks media, setidaknya ada tiga model media. Pertama media yang berbasis bisnis, kedua media yang mempunyai korelasi dengan kepentingan politik dalam meraih kekuasaan, dan ketiga media independen.

Model media pertama adalah media yang hanya berorientasi kepada bisnis. Sehingga sebuah berita akan didiberitakan dengan bahasa provokatif dan menggunakan frase negatif untuk meningkatkan jumlah oplah koran. Model kedua adalah media yang sudah terkontaminasi oleh kepentingan politik, misalnya Metro TV (Partai Nasdem), TV One (Partai Golkar), dan MNC Groups (Partai Hanura). Sedangkan model media ketiga merupakan model media yang berkorelasi dengan data yang akurat dan diberitakan secara profesional dan proporsional. Media seperti ini biasanya akan menjadi musuh bagi sebuah rezim kekuasaan yang diberitakan oleh media independen ini.

Media juga menjadi instrumen yang paling efektif yang mengontrol berbagai kebijakan pemerintah. Hasil survey Edeman Trust Barometer (2013) memperlihatkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap media independen mencapai 80% dibandingkan kepercayaan kepada Pemerintah dan NGO/LSM yang hanya 60% dari total responden.

Hal ini dibuktikan dengan realita bahwa kasus yang diberitakan oleh media akan lebih efektif dibandingkan dengan orasi demontrasi sekalipun. Misalnya, harian Serambi Indonesia menulis tentang pasien yang ditelantarkan, akan lebih cepat direspon oleh pemerintah, dibandingkan dengan pasien yang melaporkan hal itu kepada pemerintah.

Media Alternatif

Mengunakan media alternatif, seperti jejaring sosial face book atau twitter juga memberikan dampak yang sangat signifikan dalam proses lahirnya demokrasi dan bahkan menjadi komunitas oposisi secara online. Kasus Arab Spring menjadi bukti bahwa pengaruh dari jejaring sosial sebagai media alternatif telah menumbangkan beberapa rezim, mulai dari Tunisia, Libya, Mesir, Yaman, Suriah dan Iran juga hampir terjadi revolusi kedua akibat pengaruh media alternatif ini.

Tren menjadikan media jejaring sosial, khususnya di Aceh juga didukung oleh banyaknya akses wifi secara gratis. Secara umum, pengguna media internet di Indonesia sudah mencapai 48 juta pengguna (APJII 2012). Sedangkan di Aceh, pengguna media jejaring sosial bersinergi dengan tumbuhnya wifi gratis yang tersedia diberbagai sudut kota. Trens menggunakan jejaring sosial ini juga mempengaruhi Presiden SBY menjadkan jejaring twitter untuk membangun relasi dan komunikasi dengan rakyat Indonesia.

Penggunaan media alternatif ini tidak hanya membangun ruang partisipasi secara kritis warga, namun juga sering dijadikan sebagai media kampanye murah bagi politisi untuk melakukan aktifitas politiknya.

Kondisi ini memberikan nilai positif, dimana para politisi dapat berkampanye secara murah, bahkan gratis. Sehingga potensi untuk melakukan money politik dapat diminimalisir. Begitupun ruang dialog akan terbangun antara calon legislatif dengan pemilih, bahkan memungkinkan untuk melahirkan sebuah komitmen/kontrak politik antara calon anggota legislatif pada pemilu 2014 dengan pemilih.

Kemenangan Obama dan juga kemenangan Jokowi-Ahok tidak terlepas dari peran strategis dan efektif dari jejaring sosial yang bekerja untuk pemenangan kedua kandidat tersebut. Ini menjadi lesson learn yang harus dimanfaatkan baik oleh calon legislatif maupun oleh pemilih untuk dapat menguji secara kritis kandidat tersebut.

Media untuk Demokrasi

Jimly As-Shidiqi menyatakan bahwa peran media menjadi pilar keempat dalam penegakan demokrasi di Indonesia. Hal ini diaktualisasikan dengan kebebasan Pers (media) dalam menyuarakan fakta yang ada, dan kewenangan ini sudah diakui secara hukum, seperti halnya pilar demokrasi lainnya yang menjadi dasar demokrasi, yaitu adanya legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Salah satu fungsi strategis media dalam menjaga prinsip-prinsip demokrasi adalah adanya fungsi pengontrolan terhadap berbagai kebijakan, keputusan dan kewenangan pemerintah yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan demokrasi.

Disamping itu, peran media yang independen menjadi anti-tesa terhadap prilaku legislatif, eksekutif dan yudikatif yang sudah terkontaminasi dengan prilaku koruptif, kolutif dan nepotis. Pengalaman Indonesia, baik pada masa orde baru, bahkan masa era reformasi ini, institusi demokrasi tersebut dikuasai oleh kalangan elite dan anggaran negara lebih banyak dikoptasi untuk menguntungan elit semata dibandingkan untuk mensejahterakan rakyat.

Menjelang Pemilu 2014, politisasi sipil (rakyat) juga membangun keretakan kohesi sosial masyarakat dilevel bawah. Di satu sisi, partisipasi rakyat dalam proses politik ini memberikan dampak positif, namun sayangnya partisipasi ini tidak berbanding lurus dengan perubahan sosial-ekonomi rakyat.

Maka satu-satunya harapan untuk mengontrol demokrasi dan lahirnya proses pemilu yang mencerdaskan, peran media menjadi satu-satunya harapan disaat lembaga penyelengara negara sebagai pilar lain dari demokrasi hanya berorientasi kepada kepentingan primordial dan sektoral.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.