0
206

Kedua, faktor penyebab terjadinya kekerasan juga beragam dan konfleks. Diantaranya adalah faktor historis yaitu konflik Aceh yang berkepanjangan dengan mewariskan budaya kekerasan, rendahnya pemahaman agama dan partipasi publik dalam penyusunan dan pelaksanaan berbagai qanun syariat Islam, dan kurangnya kapasitas institusional pelaksaan atau petugas syariah baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Selain itu kekerasan juga bersumber dari politik kekuasaan yang sangat kental, dan isi qanun sendiri yang potensial melahirkan kekerasan. Alokasi anggaran yang minim, dan rendahnya kesadaran hukum masyarakat merupakan faktor penyebab lain timbulnya kekerasan. Ketiga, untuk menghindari terjadinya kekerasan, maka dapat dilakukan beberapa hal, antara lain adalah meningkatkan partipasi publik baik pada tahap perumusan, pelaksanaan, maupun evaluasi, revisi qanun, terutama qanun no. 11/2000, mengembalikan implementasi syariah kepada visi sejatinya yaitu mewujudkan kemaslahatan ummat dengan menetapkan skala prioritas pelaksanaan terhadap qanun-qanun yang lebih menjamin kemaslahatan masyarakat banyak. Langkah terpenting lainnya adalah, pemberdayaan institusi pelaksanaan syariat (capasity building), dan peningkatan partipasi publik dalam perumusan maupun pelaksanaan syariat Islam. Kekerasan juga dapat dieliminir melalui pemanfaatan kearifan tradisional masyarakat dan koordinasi lintas jaringan. Penting juga disusun dan dilaksanakan qanun-qanun yang sensitif gender agar tidak terjadi diskriminasi terhadap jenis kelamin tertentu khususnya perempuan. Untuk mengeliminir kekerasan intektual dan hegemoni perlu dilahirkan laboratorium syariah sebagai wadah dialektika dan dialog antara berbagai variasi pemikiran yang berkembang di NAD tentang syariat Islam. Satu hal penting adalah membangun kultur nir kekerasan di tengah masyarakat NAD melalui aksi sosial dan reedukasi masyarakat. Hasil penelitian ini juga merekomendasikan perlunya indentifikasi dan pendefinisian berbagai masalah real yang dihadapi masyarakat melaluo pendekatan interdisipliner dan multidisipliner dalam memecahkannya. Sehingga, syariat Islam memiliki makna fungsional dan antisipasif terhadap problematika ummat.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.