Oleh : Rezeki Amalia
Email: amaliacigss@gmail.com
ABSTRAK
Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Banda Aceh membutuhkan penelitiandalam rangka meningkatkan efektivitas kebijakan. Penelitian dapat membantupengambilan keputusan agar lebih tepat dan efisien. Oleh sebab itu, penelitian inibertujuan memetakan kebutuhan kajian setelah adanya peneratapan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Kota BandaAceh. Hasil reviu literatur dan pemetaan isu menunjukkan paling tidak terdapat tiga agenda penelitian yang dibutuhkan. Salah satunya adalah penelitian tentang prevelensi perokok remaja setelah Perda KTR. Meningkatkan prevelensi merokok remaja menunjukkan KTR belum mampu menjauhkan remaja dari bahaya rokok. Selain itu, peneliian tentang dampkak KTR terhadap pendapatan daerah juga penting dikaji. Kekhawatiran akan penurunan pendapatan iklan dari iklan rokok menyebabkan keseriusan pemerintah daerah berkurang dalam mengimplementasikan penuh kebijakan promosi rokok. Isu terkahir yang butuh segera penelitian adalah dampak rokok terhadap kemiskinan. Pola konsumsi masyarakat yang didominasi rokok menyebabkan aktivitas merokok dapat menyebabkan peningkatakan kemiskinan di Kota Banda Aceh. Kajian ini penting dilakukan guna mengoptimalkan kebijakan KTR dalam mengurangi kemiskinan di Kota Banda Aceh
Kata kunci: Kawasan Tanpa Rokok, Agenda Penelitian, Prevelensi Perokok, Iklan Rokok
A. PENDAHULUAN
Indonesia menduduki peringkat ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah China dan India (WHO, 2017). Merokok di Indonesia adalah hal yang biasa karena ada sekitar 57 juta perokok di Indonesia. Di Indonesia 63 persen pria dan 5 persen wanita dilaporkan menjadi perokok, total 34 persen dari populasi. Sebanyak 88 persen perokok Indonesia menggunakan rokok kretek. Selain itu, Indonesia menduduki penjualan terbesar ke tiga puluh dunia.
Pada tahun 2017, terjadi peningkatan prevalensi perokok pada kelompok umur 15-24 tahun. Hal ini menunjukan bahwa merokok menjadi lebih populer dikalangan remaja atau usia muda. Rendahnya kesadaran masyarakat tentang bahaya merokok pun menjadi alasan sulitnya penetapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Dengan prevelensi merokok yaitu umur 15-24 maka kebanyakan perokok adalah generasi muda atau usia produktif. Fakta yang lebih mengejukkan bahwa daerah pedesaan memiliki jumlah batang rokok yang dikonsumsi lebih banyak dibanding daerah perkotaan.
Selain itu, Kementerian Kesehatan (2011) menyatakan bahwa perokok di Indonesia membebankan biaya keuangan dan risiko fisik kepada orang lain yang berarti bahwa seharusnya perokoklah yang menanggung semua ”biaya” atau kerugian akibat merokok. Tetapi pada kenyataannya perokok membebankan secara fisik dan ekonomi kepada orang lain juga. Beban ini meliputi risiko orang lain yang terkena asap rokok di lingkungan sekitarnya dan biaya yang dibebankan pada masyarakat untuk pelayanan kesehatan. Agar permasalahan dan kondisi tersebut di atas dapat dikendalikan maka perlu dilakukan upaya pengamanan terhadap bahaya merokok melalui penetapan Kawasan Tanpa Rokok dan juga membatasi ruang gerak para perokok.
Salah satu strategi yang dapat dilakukan guna mengurangi dampak negatif rokok di suatu negara atau daerah adalah pembentukan Kawasan Tanpa Rokok. Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau.
Read More >>>