Palestina, Konflik dan Solidaritas

0
103

Kita semua menyadari bahwa Palestina merupakan sebuah bangsa tempat lahirnya para Nabi dan Rasul selain Nabi Muhammad saw. Dari wilayah ini pula tiga agama besar dunia berasal, dan kemudian tumbuh berkembang keseluruh dunia. Sehingga Palestina memiliki peran yang sangat penting baik dalam konteks perkembangan teologi, sosial, budaya, politik dan juga konflik.

Sejarah Konflik

Sejarah telah mencatat bahwa konflik yang terjadi sampai saat disebabkan oleh klaim kepemilikan tanah di negeri tersebut. Umat Yahudi misalnya, terutama kelompok zionis internasional. Mereka menganggap bahwa Yerussalem adalah Tanah yang dijanjikan oleh Tuhan Yahweh bagi umatnya, khususnya setelah Yahudi diusir oleh raja Firaun dari Mesir. Meskipun secara hukum internasional klaim tersebut tidak dapat dibenarkan. Namun karena kekuasaan dan dukungan dari Negara adikuasa, baik Amerika Serikat dan Inggris Raya, maka Zionis Israel dengan mudah mencaplok tanah Paletina, dan kemudian mendirikan Negara Israel.

Sementara bagi umat Nasrani, wilayah Paletina, terutama kota Yerussalem diyakini sebagai tempat suci bagi mereka, karena di kota inilah tempat lahirnya Isa Al-Masih, yang merupakan juru selamat (Jesus Kristus) dalam kenyakinan mereka. Kenyakinan inilah yang menyebabkan betapa pentingnya kota Yarussalem bagi umat Nasrani, sehingga telah terjadi perang salip antara umat nasrani dengan umat Islam dalam beberapa abad, karena masing-masing pihak ingin menguasai tanah suci tersebut. Akibatnya ratusan ribu umat manusia mati dan juga menghancurkan nilai-nilai kebudayaan di negeri tersebut.

Sedangkan bagi umat Islam, kota Yerussalem dinyakini sebagai tempat suci, karena tempat berdirinya Mesjid al-Aqsa, dan juga merupakan arah kiblat pertama umat Islam, serta tempat Nabi Saw, melakukan Isra Miraj, yaitu suatu perjalanan suci Rasulullah untuk menerima perintah sholat dari Allah SWT.

Dalam konteks politik dan kekuasaan, konflik dimulai setalah perang dunia II, dimana pada tahun 1944, Partai Buruh di Inggris yang sedang berkuasa menyatakan bahwa umat Yahudi yang telah terusir di German, yang kemudian menyebar keseluruh dunia, harus mempunyai suatu tempat, dan Negara sendiri. Partai yang berkuasa di Inggris ini merekomendasi untuk membiarkan orang-orang Yahudi untuk pindah ke Palestina, karena dinyakini sebagai tanah leluhur. Upaya ini dilakukan seiring dengan penjajahan Inggris terhadap wilayah jazirah Arab pada saat itu. Kondisi ini kemudian direspon oleh PPB, yaitu pada tahun 1947, PBB mengeluarkan sebuah rekomendasi mengenai pemecahan Palestina menjadi dua Negara, yaitu Arab Palestine dan Israel.

Karena mendapatkan dukungan dari Negara Kuasa, terutama Inggris Raya, maka pada tahun 1948, Israel memproklamirkan berdirinya Negara zionis Israel di atas tanah Palestina. Untuk memperluas wilayah negaranya, Israel melakukan agresi bersenjata terhadap rakyat Palestina yang masih lemah, hingga jutaan dari mereka terpaksa mengungsi ke Libanon, Yordania, Syria, Mesir dan lain-lain. Palestina Refugees menjadi tema dunia. Namun mereka menolak eksistensi Palestina dan menganggap mereka telah memajukan areal yang semula kosong dan terbelakang. Dan disinilah perang di tanah Palestina dimulai. Meskipun pada dalam perang Arab-Israel, bangsa-bangsa Arab bersekutu, namun karena para pemimpin Arab berada di bawah pengaruh Inggris maka Israel mudah merebut daerah Arab Palestina yang telah ditetapkan PBB.

Hingga saat ini umat Islam Palestina terus berjuang untuk mendapatkan hak-nya kembali dan membangun suatu Negara yang merdeka. Namun usaha mereka harus berhadapan dengan mesin-mesin perang yang super cangkih milik Israel. Israel juga memblokade semua akses ke tanah Palestina, khususnya Gaza, sebagai upaya untuk melumpuhkan perjuangan rakyat Palestina. Akibat blockade tersebut, telah menyebabkan Gaza ibarat sebuah penjara terbesar didunia, penjara tanpa tanpa ada akses keluar dan masuk, kekuarangan sumber energy dan tidak ada suplai makanan dari luar.

Solidaritas Dunia

Namun demikian, penderitaan rakyat Palestina tersebut telah melahirkan suatu solidaritas baru dunia, yaitu suatu misi kemanusian untuk rakyat Gaza-Palestina. Misi ini diikuti oleh aktifis kemanusiaan yang berasal dari berbagai negara, etnis dan agama. Semua bersatu untuk kemanusiaan, yaitu suatu upaya membebaskan rakyat Gaza dari sebuah tindakan kebiadaban, membebaskan mereka dari kelaparan dan kekuaran obat-obatan.

Ada hal yang menarik menurut penulis, berkenaan dengan misi kemanusiaan tersebut, yang kemudian dikenal dengan misi Flotilla, yaitu sebuah misi yang mengajarkan kepada kita bahwa konflik Palestina-Israel juga bisa dilihat dari kacamata kemanusiaan secara universal. Hal ini telah menjelaskan bahwa persoalan Palestina bukanlah persoalan umat Islam belaka, melainkan persoalan umat manusia secara keseluruhan. Solidaritas dunia terhadap Gaza juga semakin menjelaskan bahwa sesungguhnya umat manusia ini adalah bersaudara, panggilan hati atas persaudaraan itu tentu lebih penting untuk mendorong proses damai di Palestina.

Hal lain yang juga penting untuk dipahami bahwa solidaritas kemanusiaan untuk Palestina adalah wujud dari persaudaraan yang utuh atas nama satu rumpun keyakinan yang berasal dari satu Ibrahim alaihi salam. Agama yang lurus yang dibawa oleh Ibrahim sesungguhnya bisa menjadi satu titik pangkal dari solidaritas kemanusiaan yang akan dibangun. Dengan menjadikan Ibrahim sebagai titik pangkal dari kebersamaan, maka kita akan menyaksikan sebuah umat manusia yang satu secara nilai dan jamak secara simbol.

Kedekatan antara panganut agama semit ini atau Ibrahimic faith adalah modal bagi dunia untuk mendamaikan Palestina ini, sebab sejarah panjang agama-agama selalu saja menyertakan konflik antara agama yang bersumber dari Ibrahim itu, dan tentu yang paling dikenang adalah Perang Salib yang berlangsung sangat lama sehingga sampai hari ini masih berbekas dalam pikiran kaum muslim dan umat Kristen. perang ini kemudian yang mengilhami sutradara kenamaan Holywood, Ridley Scott, membuat sebuah film yang berjudul Kingdom of Heaven. Film tersebut menceritakan dengan simpatik tentang perang Salib yang dimenangkan oleh kaum muslim. Salah satu lakon yang sangat baik menjelaskan bagaimana seorang Salahuddin Al-Ayubi, pemimpin tentara muslim saat itu, yang mengizinkan Yahudi dan Nasrani tetap boleh berada dalam kota suci, bahkan secara simbolik, hal itu dilakukan oleh Salahuddin dengan meletakkan kembali dengan rapi tanda salib yang sempat terjatuh karena kepanikan perang.

Solidaritas kemanusiaan dan persaudaraan Semetik ini juga barangkali menjawab rasa frustasi kita bahwa masalah Palestina juga bisa diselesaikan dengan cara diplomasi, melalui tekanan politik dan damai. Solidaritas terhadap Palestina juga membuat kita sadar, bahwa gejolak Palestina berlangsung pasca perang dunia II ter jadi baru 60 tahun, namun kita pernah mendapatkan sebuah sejarah bahwa toleransi umat beragama di kota suci tersebut telah berlangsung selama ratusan tahun secara damai dibawah kekuasaan Islam. Artinya kita memiliki banyak peluang untuk membangun kembali Palestina, tentu tanpa Zionisme Israel.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.