“Quick Count harus dihormati sebagai produk ilmiah. Tapi Quick Count bukanlah produk hukum, yang produk hukum adalah keputusan KPU. Quick Count produk ilmiah yang tidak bisa dijadikan bukti hukum.”
“Data tidak memihak, yang memihak adalah manusia,”
DITULIS OLEH : Muda Bentara
Ini adalah suasana Diskusi Publik yang dilaksanakan oleh The Aceh Institute tadi sore, berlangsung di D’Rodya Cafe dan mengangkat tema: “Menanggapi Perbedaan Hasil Survey Quick Count Pilpres 2014“
Ada tiga pembicara yang dihadirkan di acara ini, pertama adalah Saiful Mahdi. PhD, doktor lulusan Cornell University yang juga ketua jurusan Statistik FMIPA Unsyiah. Sedangkan pembicara kedua adalah Kautsar, perwakilan Partai Aceh yang menjadi tim pemenangan Prabowo-Hatta, dan pembicara ketiga adalah T Banta Syahrizal, tim pemenangan Jokowi-JK di Aceh.
Acara ini tadi lumayan menarik, dihadiri oleh puluhan orang dari berbagai latar, dari mahasiswa, akademisi, lsm dan lembaga penyelenggara pemilu seperti KIP/KPU dan juga Bawaslu.
Tadi, seperti halnya penjelasan-penjelasan para perwakilan tim pemenangan dimanapun, pernyataan dan jawaban Kautsar dan Banta terkesan normatif ketika berbicara mengenai kontestasi pilpres dan keriuhan Quick Count.
Sedangkan Saiful Mahdi, dengan latar belakang kemampuannya di bidang ilmu statistik yang mumpuni, presentasi singkatnya via power point mampu membuat peserta menjadi paham bagaimana praktik ilmu statistik berlaku dan memainkan peran utama dalam proses kontestasi pemilu presiden kali ini. Bagaimana quick count bekerja dan dipertaruhkan metodenya.
Tadi, dalam acara ini, bagi saya, tak ada penjelasan yang lebih menusuk dan membuka mata selain dari pernyataan yang disampaikan oleh Ridwan Hadi, yaitu ketua Komisi Independen Pemilihan Aceh (KIP), atau di provinsi lain disebut sebagai KPU Provinsi.
Tadi, Ridwan memanfaatkan waktu yang diberikan padanya yang hanya beberapa menit itu untuk menjelaskan sesuatu hal yang menurut saya amat perlu diketahui oleh kita-kita yang awam ini.
“Quick Count harus dihormati sebagai produk ilmiah. Tapi Quick Count bukanlah produk hukum, yang produk hukum adalah keputusan KPU. Quick Count produk ilmiah yang tidak bisa dijadikan bukti hukum.”
Bagi saya, penjelasan singkat Ridwan Hadi ini amat jelas. Bahwa kita sebagai warga negara harus menghormati ijtihad keilmuan yang bernama Quick Count sebagai sebuah produk ilmiah, dan memberikan kesempatan kepada KPU sebagai petugas resmi untuk melahirkan keputusan hukum berupa hasil perolehan suara pilpres di 22 July nanti.
Oh ya, selain ucapan Ridwan yang berkualitas itu, closing statement Saiful Mahdi juga menjadi pengingat yang baik dalam melihat konflik statistik berupa kontestasi data Quick Count selama ini.
“Data tidak memihak, yang memihak adalah manusia,” ucap Saiful menutup presentasinya
Sumber : Tentang Quick Count; Hukum, Data dan Manusia