Tema : Geopolitik dan Gerakan Terorisme di Asia Tenggara
Keynote Speaker, Narasumber dan Moderator
Keynote Speaker : Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, MEng (Rektor Universitas Syiah Kuala)
Sesi Pagi
Moderator : Muhammad Syuib Hamid
Narasumber :
- Prof. Madya Dr. Abdul Razak bin Ahmad (Terrorism Expert & Advisor of Ministry Education of Malaysia)
- Prof. Yusni Sabi, PhD (Penasehat Badan Penanggulangan Terorisme Indonesia)
- Kapolda Aceh
- Pangdam Iskandar Muda
- Aryos Nivada (Pengamat Politik dan Keamanan Aceh)
Sesi Siang
Moderator : M.Alkaf
Narasumber :
- Alisa Hasamoh (Australia National University)
- Kamaruzzaman Bustamam Ahmad, PhD (Peneliti Terorisme Asia Tenggara)
- Chairul Fahmi (The Aceh Institute)
- Lies Marcoes (TAF)
- Al-Araf (Peneliti Imparsial Jakarta)
Waktu dan Tempat
Hari/tanggal : Sabtu, 18 Januari 2014
Waktu : 09.00 17.00 WIB
Tempat : Balai Senat Rektorat Universitas Syiah Kuala.
Latar Belakang
Keberadaan dan kehadiran terorisme masih menjadi perdebatan di kalangan para pengamat terorisme. Sebagian mengatakan sel-sel (embrio) lahirnya tindakan terorisme dikarenakan sifat radikalisme dan tekanan ataupun obsesi ideologis dan faktor kepentingan ekonomi. Namun sebagaian pemikir pengamat terorisme lainnya mengatakan terorisme merupakan gerakan sekelompok maupun organisasi yang tersistematis tanpa batasan penyebab ataupun faktor tertentu.
Menariknya issue terorisme menjadi pusat perhatian dunia, dikarenakan kejadian serangan sangat dahsyat terhadap menara kembar World Trade Center di New York City dan Pentagon Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001. Sebagai tertuduh pelaku (subjek) mega-terorisme tersebut adalah jaringan organisasi transnasional al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden.
Barulah paska kejadian serangan WTC makin marak dibahas issue terorisme di belahan dunia, termasuk di Asia Tenggara. Di pelopori oleh Amerika terus menyuarakan gerakan Anti Terorisme. Sehingga menjadikan Asia Tenggara sebagai target program besar Amerika mengentaskan gerakan terorisme. Langkah serius Amerika terlihat pada kunjungan Menteri Luar Negeri AS Colin Powel ke delapan Negara di Asia Tenggara, pada 26 Juli hingga 3 Agustus 2002. Hasil bacaan awal dari berbagai referensi menemukan Asia Tenggara menjadi target kampanye anti-teroris dikarenakan dua hal. Pertama, masih kuatnya image negative bahwa Islam berpotensi besar memicu tindakan teroris. Kedua, karena dikawasan ini terdapat kelompok-kelompok minoritas islam yang cenderung keras dalam menyampaikan aspirasinya, seperti di Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Pilipina.
Diperkuat dari pemikiran James Cotton (2003) melalui buku Terrorism and Political Violence: Southeast Asia after 11 September . Dirinya mengatakan Perang melawan teroris di wilayah Tenggara bermula dari pemahaman individual di Singapura, Malaysia dan Filipina yang diduga memiliki hubungan dengan Al-Qaeda.
Pada konteks nasional Indonesia paska kejadian WTC memicu maraknya kejadian teroris. Hasil identifikasi media menemukan kejadian teroris dimulai dari kejadian Bom Bali 2002 menewaskan tercatat 202 korban jiwa dan 209 orang luka-luka atau cedera. Kebanyakan warga asing terutama warga Australia. Kemudian bom Jakarta 2003 dengan sasaran JW Marriot menewaskan 12 orang dan sekitar 150 mengalami cedera. Dilanjutkan kejadian di tahun 2009, JW Marriot dan Ritz Carlton Jakarta, kembali menjadi sasaran bom. Masih banyak lagi yang perlu di identifikasikan.
Di tarik ke lebih lokal yakni Provinsi Aceh. Gerakan teroris telah mampu masuk ke daratan Aceh. Dibuktikan pasukan gabungan Densus 88 dan Polda Aceh juga melakukan penggerebekan terduga teroris di Desa Limpo, Kecamatan Darusalam, Aceh Besar (http://www.bbc.co.uk, 15 April 2012), serangan aksi teror jelang Pemilukada Aceh 2012 dan dihukum masing-masing empat tahun penjara. Ketiganya adalah Usria, Sulaiman dan Rizal Mustaqim (http://daerah.sindonews.com, 2 Desember 2012). Ditambah lagi kasus Jalin dan Lhok Nga. Keseluruhan kejadian tersebut menjadi sorotan nasional dan dunia internasional atas keberadaan teroris di Serambi Mekah.
Fenomena terorisme dunia internasional, nasional, dan lokal Aceh dikarenakan menguatnya tindakan radikalisme. Sehingga memerlukan tindakan anti tesis radikalisme. Konsep anti tesisnya yaitu deradikalisasi yaitu upaya menurunkan paham radikal dari kecenderungan memaksakan kehendak, keinginan menghakimi orang yang berbeda dengan mereka, keinginan keras mengubah negara bangsa menjadi negara agama dengan menghalalkan segala macam cara. Juga diartikan sebagai kebiasaan menggunakan kekerasan dan anarkisme dalam mewujudkan keinginan, kecenderungan bersikap eksklusif dan berlebihan dalam beragama, hasrat berahi menghalalkan darah orang lain, dan seolah mereka hidup di tengah rimba manusia yang menjadi musuh Tuhan.
Atas dasar latar belakang itulah The Aceh Institute, Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT), Universitas Syiah Kuala, dan Badan Kesbang Linmas Pol Provinsi Aceh berinisiatif untuk membuat Seminar Internasional. Salah satu upaya mendorong gerakan pemikiran dan knowledge transfer melalui seminar tersebut. Tujuan utama memberikan informasi dan pengetahuan terkait kondisi teroris di Asia Tenggara, termasuk lokal Provinsi Aceh. Selain daripada itu menyusun langkah bersama mencegah dan meminimalisir tindakan radikalisme berkembang di Asia Tenggara. Maka diperlukan sinergisasi dan konsolidasi, dimana caranya membuat road map dan penanggulangan bersama teroris sebagai agenda penting di negara di Asia Tenggara.