Al-Quran merupakan sumber segala pengetahuan, baik pengetahuan duniawi maupun pengetahuan ukhrawi. Sebagai wahyu Allah SWT yang diturunkan melalui Muhammad saw untuk seluruh umat manusia, al-Quran menjadi satu-satunya kitab suci yang masih orisinil, tanpa ada perubahan sedikitpun sejak diturunkan
Sebagai kitab suci yang paling sempurna, al-Quran adalah intisari dari semua pengetahuan, baik pengetahuan tentang ilmu ketuhanan (aqidah), ilmu tentang manusia, dan bagaimanana seharusnya menjadi manusia (tasawuf), ilmu tentang tata cara berhubungan dengan Tuhan (Fikih Ibadah), dan tata cara berhubungan dengan manusia (fikih muamalah), serta ilmu tentang alam semesta, kosmologi dan fenomenologi.
Secara teks, al-Quran juga mengandung pengetahuan sastra yang sangat tinggi. Bahasa al-Quran dapat dipahami oleh manusia yang berlatar belakang berbeda sekalipun.
Al-Quran memberikan pemahaman kepada pembacanya menurut kemampuan pembacanya. Bagi petani, al-Quran akan dipahami sebagai sumber keberkatan usaha pertaniannya, begitupun bagi ilmuan dan cendikiawan, al-Quran akan hadir dalam ide dan pemikiran cendikiawan dalam bentuk yang lebih ilmiah.
Al-Quran adalah spirit dan sumber pembangunan dan peradaban kemanusiaan. Sejarah kejayaan peradaban Abbasyiah di Bagdad, atau Muawiyah di Andalusia membuktikan bagaimana umat Islam saat itu menjadikan al-Quran sebagai sumber inspirasi dalam membangun pengetahuan dalam rangka merealisasi dua fungsi kemanusiaan, yaitu fungsi kekhalifahan (pemimpin dunia), dan fungsi insan yang selalu menyembah Allah swt, melalui pengembangan ilmu tentang konsep beribadah (mahdhah dan ghairu mahdhah).
Dunia Islam pernah mencatat dirinya sebagai negara yang berperadaban tinggi, dan menguasai hampir 2/3 bumi dari timur sampai barat. Umat Islam di bawah kekhalifahan Abbasyiah pada abad ke-8 sampai abad ke-15 pernah mencapai kejayaan dibidang ilmu pengetahuan.
Disaat Eropa dan Amerika diliputi masa kegelapan, Kekhalifahan Islam telah menjadi negera yang menguasai berbagai ilmu pengetahuan di bidang sains, teknologi, filsafat, fikih, tasawuf, ekonomi, politik, hukum, dan berbagai bidang pengetahuan lainnya.
Beberapa ilmuan Islam yang terkenal saat itu seperti Al-Biruni, ahli dibidang fisika dan kedokteran, Jabir Ibn Hayyan ahli kimia, al-Khawarizmi bidang matematika, al-Kindi ahli filsafat, kriptologi, al-Razi ahli bidang kimia dan kedokteran, al-Bitruji ahli astronomi, Ibn Haitsam ahli teknik dan optic, Ibnu Sina ahli kedokteran, Abu Al-Wafa al-Buzjani pencetus teori sinus, cosinur, secan, dan cosecant, Ibnu Khaldun ahli sejarah dan sosiologi, Ibn Rusyd ahli filsafat dan hukum, Ibn Sahl yang menemukan hukum pembiasan cahaya, al-Dinawari, ahli biologi tumbuhan, Ibn Finas ahli penerbangan pada tahun 825 sudah menemukan teori dasar penerbangan pesawat, syeikh Rais al-Amal Badi al-Zaman Abu al-Izz ib Ismail yang menjadi ahli robotik pertama di dunia, dimana pada abad ke-13 ia sudah membuat robot, dan sejumlah nama-nama ilmuan muslim lainnya pada saat itu.
Kejayaan Islam kemudian berakhir seiring dengan berakhirnya kekhalifahan usmaniyah (ottoman empire) pada akhir tahun 1920, dan berbagai kerajaan Islam yang berafiliansi dengan kekhalifahan Turki Usmani juga di bawah kekuasaan penjajahan bangsa Eropa.
Seiring dengan hidup di bawah penjajahan yang berlangsung ratusan tahun, umat Islampun mengalami kemunduran. Hampir diseluruh dunia, umat Islam mengalami kemunduran dalam penguasaan pengetahuan, terutama pengetahuan tentang sains, teknologi dan pengetahuan alam semesta.
Akibatnya, sains dan teknologi dikuasi oleh non-muslim. Berbagai pengetahuan teknik dan rekayasa telah melahirkan mesin-mesin produksi oleh negara nasrani dan yahudi. Meskipun negara muslim mempunyai sumber kekayaan alam yang melimpah, baik minyak, gas, uranium, emas, giok, dan lainnya, namun alat produksi eksplorasi dan eksploitasi dikuasai oleh non-muslim. Berbagai teknologi lainnya, termasuk persenjataan cangkih dikuasai dan dimiliki oleh zionis dan kapitalis.
Sebaliknya, umat Islam menjadi umat terbelakang, bodoh, miskin, dan menjadi objek dari berbagai temuan dan hasil ilmu pengetahuan tentang sains, dan teknologi. Keterbelakangan ini juga akibat umat Islam yang hanya fokus pada ilmu pengetahuan ukhrawi, seperti ilmu pengetahuan fikih, tauhid dan tasawuf.
Padahal dalam al-Quran selain menjelaskan tentang ilmu fikih, ilmu tauhid dan ilmu tasawuf, juga menjelaskan berbagai ilmu pengetahuan tentang sains, teknologi dan tentang alam semesta yang harus dikaji oleh manusia muslim.
Syeikh Jauhari Thantawi dalam tafsirnya al-Jawahir menulis bahwa di dalam kitab suci al-Quran terdapat lebih dari 750 ayat kauniyah, yaitu ayat tentang pengetahuan semesta alam, dimana manusia diajak untuk berfikir makna dibalik mana bayani (text) ayat tersebut.
Al-Quran tidak hanya berbicara tentang haram, halal, mubah, makhruh, sunat dan wajib saja. Melainkan al-Quran juga mendorong manusia (umat Islam), agar menyingkap berbagai rahasia yang ada di alam semesta ini. Allah berfirman dalam surah Adz-Dzariyat ayat 20-21, yang artinya: ..dan di bumi terdapat ayat-ayat (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?
Ayat ini merupakan tantangan dari Allah swt kepada manusia agar mereka menggunakan akal pikirannya, berfikir tentang kemahakuasaan Allah dengan berbagai ciptaan-Nya, termasuk diri manusia sendiri. Pada diri manusia terdapat kekuasaan Allah yang maha kuasa, sayangnya tidak sedikit manusia tidak kenal dirinya sendiri, sehingga dia tidak menggenal Allah.
Mempelajari tentang manusia dan kemanusiaan, baik dalam konteks pengetahuan kedokteran maupun non-medis. Dalam konteks medis, ada banyak rahasia pada manusia, seperti tentang saraf yang ada pada manusia, tentang jantung yang berdetak, dan darah yang mengalir, tentang fungsi lidah yang mampu membedakan ribuan jenis rasa, atau telinga yang mampu mendengar dan membedakan berbagai jenis musik, atau mata yang mampu membedakan berbagai warna, dan berbagai rupa manusia, dan berbagai persoalan lainnya yang penuh misteri pada diri manusia. Betapa kekuasaan Allah yang maha kuasa yang telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna.
Begitupun di ayat yang lain Allah berfirman Kepunyaan-Nya apa yang ada dilangit dan apa yang ada di bumi, dan Dialah yang Mahaagung, Mahabesar (Qs. Asy-Sura:4).
Ayat ini jika dipahami secara kauniyah, maka akan menuntun kita kepada konstruksi ilmu tentang alam semesta, ilmu tentang planet yang ada di semesta ilmu, ilmu kosmologi, ilmu tentang perbintangan, ilmu tentang carbon dan hydro-carbon yang ada diudara, atau ilmu tentang cuaca dan iklim yang ada di atas permukaan bumi atau ilmu tentang persatelitan.
Begitupun, tentang kata apa yang ada dibumi, tidak hanya dipahami segala sesuatu yang mendiami bumi, juga sesuatu yang ada dalam perut bumi. Teks ayat di atas merupakan pesan agar umat Islam juga harus mempelajari, apa yang ada di dalam perut bumi, pengetahuan tentang geologi atau earth science (ilmu tentang bumi), menjadi satu kewajiban bagi umat Islam, agar pesan ayat ini menjadi bagian dari perbuatan amal dan iman.
Sains: Syarat Kebangkitan Umat
Islam sangat menghormati akal, dan produk dari akal yang riil adalah sains. Jika umat Islam ingin bangkit dari keterpurukan dan keterbelakangan, maka umat Islam harus menguasai sains. Afganistan, Irak, Suriah, Somalia, Ethopia, Palestina, dan berbagai negara Islam lainnya hancur, porak poranda, akibat penyalahgunaan hasil sains, yaitu senjata.
Indonesia, dan puluhan negara Islam lainnya mempunyai kekayaan alam yang luar biasa, namun tetap miskin karena penguasaan SDA tersebut bukan dikuasai oleh negara Islam, melainkan negara kapitalis dan zionis. Umat Islam juga menjadi konsumen terbesar hasil produksi sains kapitalis, seperti Window, Google, Facebook, Intel, IBM, iPhone, Samsul, Mercedes Benz, Toyota, Honda, Exxon Mobile, Boing, Airbus, Free Port, dan ribuan hasil teknologi dan sains lainnya.
Negara muslim, termasuk Aceh harus mempelopori kebangkitan scientist muslim, seperti halnya yang sudah dilakukan oleh India dan Cina. Dua negara yang dulunya kumuh dan pendudukan terbanyak di dunia, kini menjadi negara kuat dibidang sains dan teknologi. Miris, ketika 46 negara Islam hanya memberi kontribusi 1.17 persen penerbitan jurnal ilmiah dunia di bidang sains, kalah dengan 1 negara India yang menyumbang 1,66 persen jurnal sains di dunia. Begitupun 20 negara Arab, masih kalah dengan 1 negara Israel dalam bidang sains dan teknologi.
Aceh, sebagai negeri yang mendeklarasi diri sebagai wilayah islam, harus mempu membuktikan bahwa Aceh memiliki cukup scientist yang mempu melahirkan karya hasil rekayasa sains dan pengetahuan yang mampuni, setidaknya mampu dalam mengelola kekayaan sendiri, tanpa harus memberi kepada perusahaan asing yang kapitalis dan zionis. Umat Islam tidak boleh hanya menjadi konsumen dan terus menggantungkan diri pada otak dan pengetahuan orang lain, yang bukan muslim. Setidaknya, Aceh harus melakukan terobosan dari kejumudan dan kemunduran peradaban dengan program 1000 ilmuan untuk 10 tahun ke depan. Dana Aceh yang triliunan rupiah sudah sepatutnya digunakan untuk mencerdaskan anak bangsa, agar mampu mengelola negara sendiri dengan iman dan kebaikan. Terakhir, mari selalu kita merenguni pesan Allah swt dalam al-Quran (QS 58:11) yang artinya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat. Semoga.