Menggagas Inovasi Jaminan Kesehatan Aceh

1
303

Harapan masyarakat Aceh terhadap program JKA sebagai program unggulan dan sangat memihak rakyat Aceh ini diharapkan dijalankan berdasarkan asas-asas umum pemerintah yang baik (good governance) sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Qanun Aceh No 8 Tahun 2008 tentang Pelayanan Publik. Persyaratan untuk mendapatkan fasilitas JKA pada puskesmas dan rumah sakit di Aceh sebagaimana pada umumnya cukup berupa Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga. Coverage JKA bersifat lintas sosial-ekonomi karena tidak membeda-bedakan profesi penduduk Aceh seperti PNS, TNI, Polri atau pekerja swasta, asalkan belum tertanggung oleh penyedia asuransi lain.

Amanah Konstitusi

Program jaminan sosial (social security program) sebenarnya merupakan amanah konstitusi UUD 1945 sebagai penganut konsep negara kesejahteraan (welfare state). Dalam amandemen UUD 1945 Pasal 28 H Ayat 1 berbunyi: setiap penduduk berhak atas pelayanan kesehatan. Sementara pada pasal 34 ayat 3 berbunyi: negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas kesehatan yang layak. Sedang penegasan tentang jaminan sosial terdapat pada Pasal 28 H ayat 3 yang berbunyi: Setiap penduduk berhak atas Jaminan sosial.

Sebagai amanah konstitusi, pada tahun 2004 disahkan UU No 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional pada masa-masa akhir kepemimpinan Megawati Soekarnoputri. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Sistem ini diharapkan dapat mengatasi masalah mendasar masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan, kecelakaan, pensiun, hari tua, dan santunan kematian. Namun hingga saat ini Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BPJS) belum juga disahkan sebagai pelaksana program jaminan sosial nasional. Meski demikian, empat BUMN sudah menunjukkan komitmennya menerapkan SJSN sebelum lahirnya satu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), masing-masing PT Jamsostek, PT Askes, PT Taspen, dan PT Asabri. Keempat BUMN tersebut kini mengelola dana mencapai sekitar Rp 120 triliun.

Karena terkait dengan pelayanan kesehatan khususnya program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang sudah mencakup jaminan bagi 76,4 juta orang miskin dan hampir miskin di Indonesia, maka SJSN juga terkait dengan kebijakan kesehatan yakni UU kesehatan yang baru, UU Nomor 36 Tahun 2009. Dalam UU Kesehatan ini pada Pasal 14 Ayat (1) menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Sedangkan Pasal 15 menyebutkan, pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan lingkungan, tatanan, fasilitas kesehatan baik, fisik maupun sosial, bagi masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Dana program SJSN di design bukan berasal dari APBN secara keseluruhan. Hanya jaminan kesehatan rakyat miskin yang berasal dari APBN dengan kisaran Rp 15 triliun dari sekitar 50 persen rakyat Indonesia yang berpotensi jatuh miskin bila sakit akibat biaya perawatan di RS pemerintah dan RS swasta yang mahal. Dengan adanya SJSN yang memberikan jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, hari tua, pensiun dan kematian maka orang yang kehilangan pekerjaan karena PHK atau memasuki usia pensiun tidak akan jatuh miskin dan sakit jiwa akibat tidak memiliki penghasilan karena sudah tertanggung dalam Program SJSN.

Selama ini, program jaminan kesehatan hanya meng-cover pekerja pada saat ia bekerja. Namun pada saat terkena PHK atau memasuki usia pensiun maka tidak lagi memperoleh jaminan kesehatan. Sementara program dana pensiun yang berlaku saat ini hanya diperuntukkan bagi Pegawai Negeri Sipil (termasuk TNI/Polisi), sedang pekerja swasta/formal hanya terbatas pada perusahaan tertentu dan tidak diwajibkan kepada seluruh perusahaan swasta untuk menanggungnya. Demikian pula pada masyarakat miskin, program Jamkesmas tidak meng-cover seluruh pembiayaan pengobatan karena dibatasi hanya pada pengobatan dasar dan pengobatan pada penyakit tertentu.

Masyarakat mengharapkan adanya jaminan kesehatan seumur hidup bagi masyarakat miskin dan pekerja swasta melalui SJSN. Jaminan kesehatan seumur hidup dan saling memperkuat dengan adanya program pensiun melalui Jaminan Hari Tua (JHT) bagi pekerja formal yang tersimpan pada Jamsostek. Saat ini JHT di Indonesia tergolong masih sangat rendah (5,7 persen) dibanding dengan JHT Malaysia sebesar 23 persen dan Singapura 40 persen serta Korea 24 persen.

Perbandingan lainnya dengan negara lain adalah terkait pendapatan per kapita dalam rangka memulai program jaminan sosial yang rata-rata diatas US$ 2.000. Jepang memulai program asuransi kesehatan sosial saat pendapatan per kapita rakyatnya sebesar US$ 2.140, sementara di Jerman US$ 2.237 dan Austria US$ 2.420. Bahkan negara-negara kapitalis seperti Amerika Serikat (AS), Jerman, Inggris, Kanada, Korea, Malaysia memulai program jaminan sosial di negaranya ketika ekonomi negara mereka masih tergolong buruk. Salah satu program jaminan social yang spektakuler adalah Health Care Reform ala Obama di AS yang memberikan jaminan asuransi kesehatan untuk semua penduduknya.

Saat ini pendapatan per kapita penduduk Indonesia mulai menginjak US$ 2.000 sehingga sudah saatnya program jaminan sosial diterapkan. Namun selama SBY menjabat presiden, pemihakan terhadap program jaminan sosial nasional tidak kunjung beranjak alias jalan di tempat padahal pemerintahannya selalu mempromosikan peningkatan kesejahteraan rakyat dengan berkurangnya angka kemiskinan.

Prospek JKA

Diskursus tentang sistem jaminan sosial dengan adanya JKA maka tidak tertutup kemungkinan program JKA ini dapat menjadi model jaminan sosial yang diterapkan di daerah. Meski sudah banyak diterapkan sistem jaminan sosial didaerah dengan berbagai macam label seperti Jamkesda, JKA dapat berpeluang menjadi contoh pengelolaan jaminan sosial yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat dengan sedikit sentuhan inovasi.

Bila pada beberapa daerah jaminan sosialnya lebih berorientasi pada pengobatan/pelayanan kesehatan, maka JKA dapat menjadi pionir sistem jaminan sosial di daerah dengan cara memperluas coverage-nya selain jaminan kesehatan dengan cara memasukkan jaminan kecelakaan kerja, hari tua, pensiun dan kematian.

Pengelola JKA dapat memberi sentuhan inovasi, misalnya dengan memberi pilihan produk pada penduduk Aceh yang tertanggung agar keberadaannya signifikan melayani kesehatan penduduk Aceh. Pada produk asuransi kesehatan biasanya menawarkan pilihan: rawat inap (in-patient treatment) dan rawat jalan (out-patient treatment). Pada rawat inap, manfaat yang didapatkannya berupa biaya selama perawatan di rumah sakit, biaya laboratorium, dan biaya darurat. Sedang rawat jalan ditanggung biaya konsultasi dokter, biaya pembelian obat yang diresepkan, biaya atas tindakan pencegahan, biaya alat-alat bantu yang diminta oleh dokter dan seterusnya.

Potensi JKA menjadi model karena dalam RUU BPJS dimungkinkan pemerintah daerah mendirikan badan penyelenggara jaminan sosial sepanjang ada sistem yang sama, terkoordinasi, dan ada sinkronisasi. Keempat BUMN yang sudah disebutkan diatas sudah diberi kesempatan sebagai badan penyelenggara dalam masa transisi hingga 19 Oktober 2009 lalu sebagai waktu untuk penyesuaian. Dengan demikian, ada peluang untuk mendirikan BPJS baru untuk menjangkau lebih banyak orang, termasuk membentuk BPJS di Aceh.

1 COMMENT

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.