Berbagai cerita tentang mimpi indah itu dibagikan dan disebarkan. Membuat masyarakat menjadi manusia penonton yang meyakini bahwa semua itu benar. Namun sesungguhnya damai itu tak pernah ada. Yang ada hanyalah derita dan sengsara yang semakin menjerumuskan. Mungkinkah damai itu benar-benar ada?
Sebuah negeri yang indah dan sangat kaya. Potensi dan sumber daya yang dimiliki begitu berlimpah ruah. Membuat banyak yang tertarik untuk memiliki dan menguasainya. Dengan berbagai atas nama dan kepentingan dikerahkan bahkan atas nama damai dan kepentingan bersama serta masa depan dan kehidupan yang lebih baik di masa depan. Surga dan neraka pun dijadikan alat untuk mengintimadsi dan menakut-takuti. Sungguh sangat luar biasa ambisi dan ego, hasrat serta nafsu manusia. Apapun dilakukan demi memuaskan diri sendiri.
Makanan dan amal terus dibagikan saat berkampanye. Membuat semua orang merasa bahwa memang benar-benar diberikan sebagai sebuah ketulusan dan keikhlasan. Membuat mereka semua merasa bahwa memang yang memberikan itu adalah benar-benar baik dan terbaik. Tidak sadar bahwa semua itu bukanlah sebuah ketulusan dan keikhlasan. Kebenaran dan cinta yang sesungguhnya pun hanya dijadikan tameng untuk pembenaran semua yang dilakukan. Apa yang terjadi bila sudah terpilih? Masih adakah makanan dan amal itu? Yang ada hanya perampokan, pemerasan, dan pemerkosaan. Pintu yang dulu terbuka sepanjang waktu pun sekarang tertutup sepanjang waktu.
Damai mungkin memang dilakukan atas dasar kesepakatan dua belah pihak yang bersiteru dan bersitegang tetapi bukan untuk kepentingan bersama. Semua itu dilakukan hanya untuk terus bisa melakukan pembodohan terhadap yang lainnya. Masyarakat dibuat menderita dan sengsara atas keyakinan bahwa damai itu memang seolah-olah benar ada. Sungguh sangat disayangkan sekali, sebegitu mudahnya damai itu dijadikan sebuah permainan. Bahkan kebenaran itu pun dijadikan sarana untuk membuat semua semakin menderita dan sengsara.
Berkerudung dan bersembunyi di balik kebenaran agar terlihat baik dan benar sudah bukan hal yang aneh lagi. Memang manusia paling mudah tertipu dan paling pandai menipu dengan penampilan. Mudah pula terbuai dan membius dengan kata-kata manis dan rayuan. Nilai manusia sebegitu pentingnya dan jauh lebih penting dari nilai yang sesungguhnya. Merasa berhak menilai, menuding, menghujat, menghinakan, dan bahkan menghukum manusia lainnya tanpa mengindahkan apa yang sebenarnya ada di dalam kebenaran itu sendiri. Sudah lebih tinggi, lebih hebat, lebih mulia, lebih baik dari Sang Pencipta barangkali, ya?! Apakah ada manusia yang lebih tinggi dan lebih hebat di mata-Nya?! Apakah ada manusia yang tidak pernah berbuat salah?!
Yang paling menyedihkannya lagi, kebenaran itu menjadi tidak berarti sama sekali. Seolah-olah kebenaran itu ada namun yang ada hanyalah pembenaran, pembenaran, dan pembenaran. Mana pernah Sang Pencipta menyuruh ciptaaan-Nya untuk membunuh hasrat, nafsu, dan keinginan seksual! Apa pernah Dia meminta ciptaan-Nya untuk menghakimi lebih dari yang dilakukan-Nya? Yang diminta darinya adalah untuk mampu mengendalikannya karena semua yang diberikan itu adalah rahmat dan anugerah yang diberikan oleh-Nya. Menggunakan dan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya untuk kebaikan dan kepentingan bersama adalah yang diinginkan-Nya.
Bukankah apa yang kita terima adalah memang untuk semua! Dibunuh untuk yang lain tetapi digelorakan untuk diri sendiri. Diumbar bahkan menjadi sebuah pesta dan pora kenikmatan. Bukankah sabda yang pertama kali diucapkannya adalah untuk membaca! Membaca bukan dengan mata, tetapi bacalah dengan mata dan hati. Pantas saja meski ditutup dan ditutupi tetapi kasus pelecehan seksual, pemerkosaan, intimidasi, serta kelainan perilaku seksual terus meningkat. Penampilan memang hanya sarana untuk menipu dan menjadi sebuah tipuan belaka. Di manakah hati nurani? Mana ada pemimpin yang hebat bila tidak mampu untuk jujur dan bertanggungjawab! Kepada diri sendiri dan keluarganya pun tak mampu apalagi kepada masyarakat.
Tidak bisa disalahkan juga bila semua itu tetap berlanjut. Pembodohan memang sudah berlangsung terlalu lama. Apa yang benar dan apa yang salah sudah tidak jelas lagi. Siapa yang sakit dan siapa yang waras pun sudah tak tahu yang mana. Apa yang sebenarnya dan apa yang sesungguhnya pun sudah ditutup dengan berbagai pembenaran yang ada. Apa dan siapa jati diri yang sebenarnya dibuat raib dan hilang entah ke mana. Mau sampai kapan semua ini terus berlangsung? Masih tahan dan sanggupkah menahan derita dan sengsara?
Jikapun ada yang berteriak, hanya teriak saja. Tanpa juga mengerti apa sebenarnya yang harusnya diteriakkan. Bagaimana berteriaknya pun banyak yang tak mengerti. Mengatasnamakan demokrasi dan kebebasan serta hak asasi manusia tetapi tidak paham dan mengerti apa demokrasi, apa batas sebuah kebebasan dan apa itu kewajiban seorang manusia. Menjadikan semua bukan lebih baik lagi, malah justru membuat keadaan menjadi lebih buruk. Kritik tanpa solusi yang benar tidak akan pernah menyelesaikan masalah.
Kesombongan dan tinggi hati memang sudah merusak semuanya. Belajar pun sudah tidak mau. Merasa sudah bisa dan sudah tahu. Mengkritik bisa, dikritik pun tak mau. Mau jadi apa? Apa sebenarnya yang dibanggakan, sih? Apa bedanya dengan yang dikritik jika memang demikian. Sama-sama sombong dan tinggi hati, Sama-sama merasa paling benar, paling hebat, paling pintar, dan paling segalanya. Hanya bedanya plus tambahan paling menderita dan paling sengsara. Karena itulah kemudian penderitaan dan kesengsaraan pun dijual. Air mata buaya diumbar hanya untuk mendapatkan belas kasihan semata. Bagaimana memanfaatkan semua kebaikan itu untuk benar-benar menjadi sebuah kebaikan pun tak mau tahu. Yang penting dana sudah dipegang dulu, ya! Sudah masuk kantong, terus mau diapakannya bagaimana nanti! Pokoknya nggak susah dan sengsara dulu sendiri! Perjuangan apa ini? Pejuang pembual yang menjual bualan!
Saya sungguh sangat sedih dan prihatin dengan keadaan ini. Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi nanti bila perubahan tidak segera dilakukan. Bagaimana nasib anak-anak kita nanti? Apa yang akan terjadi pada generasi dan kehidupan di masa mendatang? Haruskah mereka lebih menderita dan sengsara?
Di dalam bulan puasa ini, saya ingin sekali mengajak semua untuk benar-benar berpuasa. Membersihkan hati dan memenuhi diri dengan cinta-Nya. Hentikanlah semua ini dan cobalah untuk menjadi lebih baik lagi. Jujurlah pada diri sendiri dan janganlah pernah sombong serta tinggi hati. Belajar dan belajarlah terus dan jangan pernah merasa kenyang dengan ilmu dan pengetahuan. Terimalah fakta dan kenyataan yang ada dan hadapilah. Beranilah bertanggungjawab dan tahu apa dan siapa diri yang sebenarnya. Selalu lihat segala sesuatunya dari berbagai sisi pandang yang berbeda. Uang pun memiliki dua sisi, apalagi kehidupan. Jadilah diri sendiri dan jangan pernah takut untuk menjadi diri sendiri. Nilai manusia tidak ada artinya dibandingkan dengan nilai dari-Nya.
Bila memang yakin dan percaya atas kebenaran dan bila memang benar menghormati dan menghargai Sang Kebenaran sejati itu, maka hentikanlah semua pembenaran ini. Tegakkanlah kebenaran itu pada tempatnya dan dengan sebenar-benarnya. Hormati dan hargai semua rahmat dan anugerah yang diberikan oleh-Nya untuk kepentingan bersama dan untuk kehidupan yang lebih baik. Jadikanlah cinta itu benar-benar sebuah cinta yang sesungguhnya yang penuh dengan ketulusan dan keikhlasan. Jadikanlah damai itu ada di setiap hati yang merdeka dan berbahagia. Sungguh damai itu ada bila tidak ada lagi sengsara dan derita di atas penderitaan yang lain. Emas paling berkilau itu ada di dalam diri kita sendiri.
Marilah kita sama-sama bersujud dan benar-benar bersujud. Berdiri dan menegakkan kebenaran dan benar-benar berdiri serta menegakkannya. Sabda itu selalu berkumandang dan marilah kita semua mendengarkannya dengan benar-benar mendengarkannya. Membaca kebenaran dengan benar-benar membacanya. Berpuasalah dengan benar-benar berpuasa. Semua ini demi kehidupan kini dan juga nanti.
Semoga Tuhan mengampuni semua dosa kita dan selalu menuntun langkah kita. Semoga Dia selalu berada dan menetap di dalam hati kita dan tidak lagi pernah harus disingkirkan, dilangkahi, dan dijual.
Mohon maaf lahir dan bathin. Selamat berpuasa dan semoga kita semua bisa benar-benar berpuasa. Selamat datang peringatan damai aceh dan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia Semoga kita semua benar-benar damai, bahagia dan merdeka.