Ilmu-Ilmu Sosial dan Studi Islam

0
328

Tulisan ini merupakan upaya urun rembug tentang tema yang penting di atas, mengingat betapa transformasi lembaga pendidikan Islam seperti IAIN, yang sedari dulu hanya meng-urusi keilmuan agama, menjadi UIN, kemudian membuat lembaga ini dituntut untuk keluar dari zona nyamannya itu dengan kemestian membuka ruang terhadap pengkajian ilmu-ilmu umum, yang selama ini berada di bawah pengawasan perguruan tinggi umum. Bahkan dengan mendapatkan beban yang lebih berat lagi; bertugas untuk mengintegrasikan antara Islam dan keilmuwan

Akibat dari situasi tersebut kemudian menghasilkan kecendrungan, ketika islam dan ilmu diintegrasikan, untuk melakukan — meminjam istilah Mulyadhi Kartanegara — ayatisasi ilmu. Yaitu sebuah aktifitas keilmuwan yang hanya mencomot ayat-ayat suci kemudian diletakkan dalam suatu bidang ilmu, sebagai bentuk peng-integrasian, dan kemudian berseru; ilmu ini sudah islami!

Keresahan akan capaian UIN tersebut itu-pun dapat kita baca dari pidato pertama rektor terpilih UIN Sunan Kalijaga, Prof Dr. Akh. Minhaji, yang mengatakan bahwa disamping UIN Sunan Kalijaga memiliki kekayaan akademik, namun setelah perubahan dari IAIN menjadi UIN, juga memiliki masalah yang tidak jelas ujung pangkalnya (www.uin-suka.ac.id/10 Oktober 2014).

Memahami Arah Studi Islam di Masa Mendatang

Dan tentu bukan kebetulan, bahwa Prof. Minhaji juga telah menulis sebuah buku utuh mengenai Studi Islam (2010), yang diberi judul Sejarah Sosial dalam Studi Islam: Teori, Metodologi, dan Implementasi. Studi yang serius tersebut kemudian membantu kita untuk memahami beberapa model pendekatan dalam studi Islam; dari pendekatan normatif dan religius, filologi-sejarah, ilmu-ilmu sosial dan fenomenologi.

Dari keempat pendekatan tersebut, saya hendak sedikit mengomentari pendekatan ke-tiga, yaitu penggunaan ilmu-ilmu sosial dalam studi Islam. Untuk keperluan tersebut, saya perlu mengingat kembali setiap kelas yang saya ikuti selama menempuh program magister di UIN Sunan Kalijaga, terutama sekali mata kuliah Metodelogi Penelitian yang diasuh oleh Noorhaidi, penulis buku Lasykar Jihad (LP3ES, 2008).

Selaku dosen, Noorhaidi selalu saja memaksa kami untuk melihat setiap fenomena keagamaan dalam kerangka ilmu-ilmu sosial, seperti antropologi, sosiologi maupun politik. Konsekuensinya adalah setiap aktifitas keagamaan, termasuk ritual sekalipun, akan dimasukkan dalam ranah empiris yang terbuka untuk dikaji secara luas. Untuk keperluan tersebut, kami kemudian diminta untuk menelaah buku yang diedit oleh Quintan Wiktorowicz, Aktivisme Islam: Pendekatan Teori Gerakan Sosial (2012). Sebuah buku yang membahas mengenai aktifisme kelompok Islam dalam gerakan politik (political movement) yang dibaca melalui teori gerakan sosial.

Apa yang kami lakukan di kelas perkuliahan ternyata tidak begitu mengherankan, sebab dalam perkembangannnya, studi Islam yang menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial kini menjadi tradisi baru di lingkungan akademik lingkungan Perguruan Tinggi Agama Islam.

Untuk menyebut beberapa contoh; Noorhaidi sendiri menulis tentang hubungan Islam dan politik dengan mengkaji organisasi Lasykar Jihad. Lalu ada Dadi Darmadi, dosen UIN Syarif Hidayatullah, menulis tentang birokrasi Haji dengan menggunakan pendekatan antropologi. Juga kemudian Amelia Fauziah yang mengkaji filantropi dalam Islam di bawah bimbingan Prof. MC. Ricklefs, seorang ahli sejarah, bukan ahli Islam — dalam pengertian normatif.

Fenomena yang semakin menguat itu ternyata juga sedang dilakukan oleh para akademikus angkatan muda UIN Ar Raniry. Saya hendak menyebut beberapa nama saja, untuk menunjukkan bahwa menggunakan ilmu-ilmu sosial, dan juga humaniora, kini mulai berkecambah di lembaga kita itu. Salah satunya Lembong Misbah, dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang sedang menyelesaikan program Doktoral-nya di UIN Sunan Kalijaga, menulis tentang fenomena gerakan sufistik dari Majelis Pengajian Tauhdi Tassawuf, dengan meminjam pendekatan sosiologi untuk melihat aspek perubahan sosialnya. Ada juga nama Arfiansyah, mahasiswa Phd Studi Islam di Leiden University, yang sedang meneliti mengenai hubungan hukum adat, Islam, sipil, dengan mengambil Takengon sebagai wilayah penelitian dan menggunakan pendekatan antropologi hukum Islam. Untuk menyebut nama terakhir adalah penelitian yang sedang dilakukan oleh Sehat Ihsan Sadikin mengenai tarekat dan perubahan sosial dengan menggunakan pendekatan antropologi, studi ini sekaligus memberi warna baru ketika kajian tentang tarekat lebih banyak dilihat dari pendekatan teologis.

Penutup

Maka demikian, terlihat jelas bahwa Studi Islam kini sudah bergerak menjauhi pendekatan normatif yang berkembang di lingkungan PTAIN di era 1970-an sampai 1980-an. Dengan semakin berkenalannya para akademisi lembaga tersebut dengan tradisi keilmuwan sosial maka telah memberikan sumbangan besar pula terhadap studi Islam di masa mendatang.

Terlebih untuk UIN Ar Raniry, perkecambahan ilmu sosial dalam tradisi Studi Islam-pun terasa melegakan, sebab akan banyak realitas keagamaan yang dapat kita lihat secara kritis, bahkan dalam konteks Aceh, terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan Dinul Islam, perubahan sosial, pergerakan organisasi keagamaaan dan lain-lain

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.