[1 September 2023] Balee Seumikee – Aceh Institute kembali menggelar diskusi publik secara daring dalam program Balee Seumike dengan mengambil tema “Nomokrasi sebagai Antitesa Demokrasi di Aceh” pada Jumat (01/09/2023).

Diskusi ini turut dihadiri oleh para akademisi, organisasi masyarakat dan masyarakat umum. Balee Seumikee mengundang narasumber Al Chaidar Abdurrahman Puteh selaku Akademisi dan Munawar Liza Zainal selaku Peace Negotiator. Selanjutnya agenda diskusi dipandu oleh Bisma Yadhi Putra selaku Research Manager The Aceh Institute.

Acara diskusi ini dibuka dengan sebuah pertanyaan:

“Aceh adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki otonomi khusus dalam bidang hukum, politik, dan budaya. Aceh juga dikenal sebagai provinsi yang menerapkan syariat Islam secara konsisten dan komprehensif. Namun, apakah penerapan syariat Islam di Aceh sesuai dengan prinsip demokrasi yang menjadi dasar negara Indonesia? Ataukah Aceh lebih condong ke arah nomokrasi, yaitu pemerintahan berdasarkan hukum yang bersumber dari Tuhan?”

Berdasarkan hasil diskusi diperoleh kesimpulan yaitu:

Nomokrasi adalah sistem politik yang didasarkan pada kedaulatan hukum atau hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Dalam nomokrasi, tidak ada lembaga negara yang berkedudukan lebih tinggi dari yang lain, tetapi semua setara dan dibedakan hanya oleh fungsi. Nomokrasi juga menghormati prinsip-prinsip supremasi hukum, persamaan di hadapan hukum, dan asas legalitas. Nomokrasi Islam memiliki beberapa prinsip-prinsip umum yang digariskan dalam al-Qur’an dan dicontohkan dalam sunnah. Beberapa prinsip-prinsip tersebut adalah:

Prinsip kekuasaan sebagai amanah. Kekuasaan dalam nomokrasi Islam adalah sebuah tanggung jawab yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Kekuasaan harus digunakan untuk menegakkan keadilan, kesejahteraan, dan kemaslahatan umat. Kekuasaan tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Kekuasaan juga harus dibatasi oleh hukum-hukum syariat dan tidak boleh bertentangan dengan ajaran Islam.

Prinsip musyawarah. Musyawarah adalah sebuah proses konsultasi dan diskusi antara pemimpin dan rakyat atau antara berbagai pihak yang terkait dalam suatu masalah. Musyawarah bertujuan untuk mencapai kesepakatan atau solusi yang terbaik dan sesuai dengan syariat. Musyawarah juga merupakan sebuah bentuk demokrasi yang menghargai pendapat dan hak-hak semua pihak. Musyawarah harus dilakukan dengan sikap saling menghormati, mendengarkan, dan menghargai.

Prinsip keadilan. Keadilan adalah sebuah nilai yang harus dijunjung tinggi dalam nomokrasi Islam. Keadilan berarti memberikan hak kepada yang berhak dan memberikan kewajiban kepada yang berkewajiban tanpa membedakan agama, ras, suku, gender, atau status sosial. Keadilan juga berarti menegakkan hukum secara adil dan tidak memihak kepada siapa pun. Keadilan juga berarti memberantas segala bentuk penindasan, diskriminasi, korupsi, atau kezaliman.

Prinsip persamaan. Persamaan adalah sebuah prinsip yang menyatakan bahwa semua manusia adalah sama di hadapan Allah SWT dan hukum. Persamaan berarti tidak ada manusia yang lebih mulia atau lebih rendah dari manusia lainnya hanya karena perbedaan agama, ras, suku, gender, atau status sosial. Persamaan juga berarti memberikan perlakuan yang sama kepada semua manusia tanpa membedakan agama, ras, suku, gender, atau status sosial.

Prinsip pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia. Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada setiap manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT. Hak asasi manusia meliputi hak hidup, hak beragama, hak berpendapat, hak mendapatkan pendidikan, hak mendapatkan kesehatan, hak mendapatkan pekerjaan, hak mendapatkan perlindungan hukum, dan hak-hak lainnya yang sesuai dengan syariat. Negara dalam nomokrasi Islam harus mengakui dan melindungi hak asasi manusia serta tidak melakukan pelanggaran terhadapnya.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.