Diskusi : Peran Dan Tanggung Jawab Ulama Dayah Dan Akademisi Dalam Mencegah Kekerasan Di Aceh

0
166

Topik

“Peran Dan Tanggung Jawab Ulama Dayah Dan Akademisi Dalam Mencegah Kekerasan Di Aceh”

Waktu dan Tempat
Kegiatan akan dilaksanakan pada:
Waktu:Rabu, 11 September 2013
Pukul 09.30-12.30 WIB
Tempat: Aula Fakultas Syariah, IAIN Ar-Raniry, Darussalam, Banda Aceh

Narasumber dan Moderator

  • Dr.H.Tgk. Ajidarmatsyah.,Lc.,MA.,(Pimpinan Dayah Manyang Lhoksukon, Aceh Utara)
  • Sehat Ihsan Shadiqin MA., (Akademisi IAIN Ar-Raniry, Darussalam, Banda Aceh)

Moderator : Fakhrurrazi.

 

Latar Belakang

Dinamika kehidupan beragama di aceh saat ini sedang mendapat perhatian yang besar dari berbagai kalangan, terutama dalam kaitan Aceh sebagai satu-satunya contoh atau model daerah yang melaksanakan syariat islam secara komprehensif di Indonesia. Pendeklarasian Aceh sebagai daerah yang menerapkan syariat islam tentu saja menimbulkan tanggung jawab yang tidak biasa dibanding tugas kenegaraan lainnya, sebab syariat islam selalu dikaitkan dengan distribusi keadilan ilahiah bagi seluruh manusia dimuka bumi khususnya di Aceh. Sejalan dengan hal ini, untuk tercapainya tujuan tersebut dibutuhkan peran dan tanggung jawab ulama dan cendikiawan/akademisi islam dalam menjabarkan prinsip-prinsip umum keadilan tuhan agar dapat dipahami dan menjadi panutan dalam kehidupan beragama di aceh.

Tanggung jawab ulama dan akademisi ini secara tegas disebutkan dalam Pasal 1 angka 12 dan angka 13 qanun nomor 2 tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Ulama. Pada angka 12 disebutkan: Ulama adalah tokoh panutan masyarakat yang memilikiintegritas moral dan memahami secara mendalam ajaran Islam dari Al-Quran dan Hadist serta mengamalkannya. Selanjutnya pada angka 13 disebutkan: Cendekiawan muslim adalah ilmuwan muslim yang mempunyai integritas moral dan memiliki keahlian tertentu secara mendalam serta mengamalkan ajaran Islam.

Mencermati kehidupan keberagamaan di Aceh dalam beberapa tahun terakhir ini, cita cita luhur islam sebagai agama pembawa kedamaian dan memperbaiki akhlak manusia sepertinya telah berubah drastis dan melenceng jauh dari tujuannya dasarnya tersebut. hal ini dapat dilihat dari berbagai peristiwa tindak kekerasan dan bahkan pembunuhan dengan cara yang keji oleh sejumlah oknum masyarakat di Aceh dengan dalih demi memelihara kemurnian agama islam. Berbagai forum pertemuan dan diskusi telah dilakukan dalam upaya memberi penerangan terhadap kejadian tersebut. Meskipun secara umum para ulama dayah, MPU dan juga para akademisi menyesalkan tindakan tersebut, namun penyesalan tersebut tidak lebih hanya sebagai suara sumbang yang terdengar sayup dibalik suara gemuruh klaim pengkafiran (takfir), penyesatan terhadap kelompok minoritas yang justru menjadi korban kekerasan dan kekejian tersebut. tidak ada pernyataan resmi maupun fatwa yang keluar dari para ulama bahwa melakukan pembunuhan keji dan kekerasan adalah bagian daripada penistaan terhadap agama, serta telah menyimpang dari pokok agama islam sebagai agama yang cinta damai dan memiliki konsep dakwah yang lemah lembut. Bahkan Hal yang lebih mengherankan lagi, gagasan dan suara yang menentang kekerasan atas nama agama tersebut justru disambut oleh beberapa kalangan agamawan islam dengan sikap acuh, dan dalam hal tertentu justru mengeluarkan tuduhan sepihak bahwa tindakan menentang kekerasan tersebut adalah gagasan barat, agen asing, serta sebagai kelompok yang ingin memecah belah persatuan ummat islam.

Disisi lain, para cendikiawan dan akademisi muslim yang notabene memiliki pengetahuan ilmiah mendalam tentang agama islam masih terlihat setengah hati untuk secara terang-terangan menentang aksi kekerasan kolosal tersebut. transformasi pengetahuan agama yang agung selama ini hanya berhenti diatas meja kerja dan lembaran jurnal ilmiah. Demikian juga tidak ada ahli hukum pidana islampun yang berani menyatakan secara terbuka bahwa kekerasan dan pembunuhan adalah pelanggaran jinayah yang serius dan harus mempertanggungjawabkan tindakannya tersebut tidak hanya didepan hukum, tapi juga dihadapan Allah SWT. Wacana islam damai saat ini hanya berdiri kokoh diatas singgasana langit nanmegah, tepat dibawah dataran bumi yang bersimbah darah dan jeritan pilu para korban kekerasan.

Fenomena ini tentu saja menggiring kita untuk secara bersama sama menjawab kebingungan dan kegelisahan kita sebagai pemerhati agama, apakah kekerasan dan pembunuhan terhadap kelompok yang diduga menyimpang dari agama islam adalah satu satunya cara yang bisa kita lakukan agar layak disebut sebagai pengikut setia Nabi Muhammad SAW? Jika kita mengklaim penyimpangan akidah diakibatkan kurangnya pengetahuan terhadap agama islam, maka mengapa para ulama sebagai insan pilihan yang dianugerahi Tuhan ilmu yang mendalam tentang islam, tidak secara intensif menggunakan kelebihan tersebut untuk secara ilmiah pula mengajak mereka kepada kebenaran? Apakah dari sini kita boleh mengatakan bahwa hikmah dan ilmu pengetahuan telah tercerabut dari dalam dada kita, sehingga kita tidak mampu membendung kebodohan dengan ilmu dan akal sehingga kekerasan menjadi pilihan?.disamping itu, telah umum pula kita dengar bersama bahwa jika kita melihat kemungkaran maka kita diperintahkan untuk mencegahnya dengan tiga metode, yakni dengan tangan (kekuasaan), dengan perkataan (ilmu dan hikmah) serta pilihan terakhir yang disebut sebagai selemah-lemah iman yakni melawan dalam hati. Jika para alim ulama dan akademisi islam sepakat dengan premis bahwa kekerasan dan pembunuhan adalah kemungkaran, mengapa kita tidak mencegah kekerasan (kemungkaran) tersebut dengan tiga metode diatas? Jika kita memilih hanya melawan dalam hati yang berarti kita berada pada level terakhir dan selemah-lemah iman, mengapa kita terlalu bernafsu menuduh orang lain sesat (yang mungkin saja keimanannya se-evel dengan kita) dan darinya justru memicu kekerasan yang lebih luas? Usaha apa yang bisa kita lakukan bersama agar keagungan islam tidak tercederai oleh tindaka-tindakan keji tersebut? demikian juga apa peran dan tanggung jawab para ulama dan akademisi islam untuk mencegah kekerasan tersebut berlangsung kembali?.

Hal ini semua karena kami masih menaruh harapan dan kepercayaan besar kepada para alim Ulama dan cendikiawan muslim yang memang kami nilai memiliki kapasitas untuk melakukan ini bersama.

Tujuan Diskusi

Adapun tujuan utama dari Diskusi adalah

  1. Untuk melihat sejauh mana peran ulama dan akademisi agar dapat berperan aktif dalam mencegah kekerasan berlangsung kembali.
  2. Untuk melihat mengapa terjadi ketidaksinambungan pemahaman islam sebagaimana yang dipahami para ulama dengan tindakan sejumlah pihak yang melakukan kekerasan
  3. Diskusi ini juga bertujuan untuk memberi dukungan penuh bagi para ulama dan akdemisi islam untuk bersama sama merajut kedamaian dan toleransi di Aceh
  4. Menjadi wadah atau majelis berbagi ilmu pengetahuan dan pemecahan masalah dalam kehidupan keagamaan di aceh

Fakhrurrazi.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.