Implementasi Syariat Islam Still On The Track, Butuh Cara-Cara Inovatif

0
239

Dalam paparannya, Pak Ziauddin menjelaskan tentang aspek historis atau tinjauan kesejarahan dari penegakan Syariat Islam Itu sendiri. Menurut Ziauddin penegakan syariat Islam di Indonesia telah dimulai sejak zaman penjajahan Belanda. Pelaksanaan kehidupan Syariat terutama dalam kehidupan sehari-hari khususnya yang menyangkut persoalan peribadatan telah tumbuh dan berkembang dalam masyarakat semenjak zaman penjajahan. Bahkan, dalam bidang hukum Privat misalnya, telah ada peradilan resminya, akan tetapi pihak Belanda tidak mengakuinya sebagai peradilan Islam, melainkan mengklasifikasikannya kedalam wilayah peradilan Adat.

Khusus untuk Aceh, saat ini telah berdiri Mahkamah Syariyah yang tidak lagi merupakan bagian dari wilayah peradilan Agama, akan tetapi berada di bawah Mahkamah Agung Republik Indonesia. Demikian juga dengan kewenangannya selain berwenang mengadili perkara dalam wilayah Hukum Privat, juga berkewenangan mengadili persoalan-persoalan Pidana Islam (wilayah hukum publik).

Menyikapi keberhasilan penegakan Syariat Islam di Aceh, Pak Ziauddin menolak jika dikatakan penegakan Syariat Islam di Aceh jalan ditempat alias tidak mengalami perkembangan. Menurut Ziauddin, idealnya berbicara Syariat Islam jangan hanya terpaku pada Qanun Syariat saja, namun juga aspek-aspek lainnya seperti peribadatan, pendidikan Islam, munakahat serta aspek-aspek muamalah lainnya. Menurut Ziauddin, salah satu yang menjadi hambatan saat ini adalah aspek formalisasi Syariatnya, terutama berkenaan dengan peradilan terhadap pelanggar Syariat.

Banyak aturan yang harus di bahas kembali, misalnya menyangkut tentang Hukum Acara dari Qanun-qanun yang telah ada. Karena itu, Ziauddin mengharapkan agar dalam merumuskan Qanun syariat ini kita tidak boleh tergesa-gesa, sebab menurutnya banyak Qanun yang lahir tapi terkesan prematur. Hal ini disebabkan oleh lemahnya kajian akademik dan terkesan terlalu di paksakan, padahal masyarakat sendiri belum siap. Kendala lainnya adalah, meskipun secara formal, Aceh Telah menerapkan syariat Islam selama tujuh tahun, namun imbas konflik yang berkepanjangan di Aceh juga turut mempengaruhi proses penegakan hukum syariat.

Sedangkan Prof. DR. Syahrizal Abbas menyebutkan salah satu dinamika dalam proses penegakan hukum Syariah dalam perspekif akademisnya adalah bagaimana Hukum Syariah ini dapat mendefinisikan dirinya secara tepat di tengah konstelasi Hukum Nasional Indonesia saat ini. Karena sinkronisasi dan harmonisasi ini sangat mempengaruhi kelancaran penegakan hukum Syariah itu sendiri.

Selain itu, Prof Syahrizal juga menyebutkan bahwa refleksi penegakan Syariat Islam di Aceh harus dilihat dari beberapa hal, antara lain; Pertama: segi kuantitas Qanun yang dilahirkan, sejauh mana qanun-qanun yang telah ada memilki kontribusi yang besar terhadap penegakan Syariah itu sendiri; Kedua, dilihat dari kualitasnya sejauhmana qanun-qanun yang telah ada dapat memberikan jaminan kepastian hukum, keamanan dan kenyamanan dalam masyarakat; Ketiga, dilihat dari aspek implementasi Qanun-qanun Syariah sangat berkaitan dengan aspek kognitif atau pengetahuan dan wawasan masyarakat tentang Hukum itu sendiri, apakah masyarakat sudah mapan secara kognitif ataukah belum; Keempat, apakah sarana sarana yang tersedia sudah cukup memadai untuk mendukung kinerja aparat dalam proses penegakan Syariat Islam? Kelima; adalah berkaitan dengan aspek partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat yang luas sangat mempengaruhi kualitas produk hukum yang di hasilkan kemudian.

Sementara itu kontroversi atau perdebatan yang sering terjadi berkaitan dengan persoalan penegakan Syariat Islam di Aceh, Prof Syahrizal menganggap itu sebagai hal yang sangat wajar, sebab Syariat itu sendiri tak pernah terlepas dari unsur Fiqih yang merupakan produk pemahaman manusia terhadap syariat, sedangkan syariat itu sendiri mutlak dan pasti, namun fiqh sebagai produk pemahaman sangat mungkin berbeda. Sehingga terjadinya kontroversi itu merupakan hal yang sangat wajar terjadi.

Roys Vahlevi, menyoroti Syariat Islam dalam kacamata masyarakat sipil. Menurutnya mayoritas masyarakat di Aceh mendukung penegakan Syariat Islam. Namun untuk mendukung hal tersebut dibutuhkan penguatan kapasitas masyarakat itu sendiri. Termasuk dalam hal ini adalah penguatan dari segi pengetahuan masyarakat tentang hukum, sehingga dengan memiliki pengetahuan dan wawasan yang kuat tentang hukum selanjutnya akan menumbuhkan kesadaran dalam diri masyarakt. Salah satu Contoh yang di berikan bang Roys adalah menyangkut persoalan Hukum Rajam yang ada dalam Qanun Jinayat. Ketika Hukum rajam ini dilemparkan ke publik justru menjadi polemik. Ketidaksiapan semacam ini yang harus segera kita antisipasi ke depan.

Ketika ditanya oleh peserta tentang besarnya dana yang dikucurkan tapi belum ada kemajuan yang berarti. Pak Ziauddin menjawab bahwa dana tersebut tidak hanya di gunakan untuk pembuatan qanun-qanun Syariat Islam saja, namun juga disalurkan untuk kegiatan-kegiatan lain seperti pendidikan Islam, Dayah dan hal-hal lainnya.

Pertanyaan lainnya ditujukan kepada Prof. Syahrizal, tentang bagaimana solusi terhadap persoalan hukum berkaitan dengan penegakan Syariat Islam. Beliau menyarankan agar diberikan pemahaman kepada masyarakat dalam memahami bagaimana perubahan paradigma hukum Syariah dalam konteks hukum nasioanal. Dengan kata lain adanya harmonisasi antara hukum Syariah dengan hukum nasional. Pertanyaan lainnya datang dari aktivis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) terkait kemungkinan penegakan Syariat Islam di tunggangi oleh kepentingan politik (political interest) dan adanya kemungkinan keislaman orang Aceh pada masa lalu telah di racuni oleh pemikiran pemikiran Snouck Hugronje, menurut Prof Syahrizal pandangan tersebut sangat tergantung dari sudut pandang yang kita gunakan, beliau juga meragukan bahwa pemikiran-pemikiran Snouck yang telah sepenuhnya mempengaruhi pemikiran keislaman orang Aceh pada masa lalu. Melainkan ada juga faktor-faktor lain, hal ini diperkuat oleh munculnya referensi baru yang memberikan keterangan berbeda dari itu. Syahrizal menjelaskan lebih lanjut bahwa hal positif yang perlu kita lakukan adalah sama-sama mengawal jalannya Syariat Islam dengan baik.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.