PRAJA-KU BANGUN KARAKTER MU

0
164

Apa yang ada di benak Anda ketika mendengar kata Pramuka? Boleh jadi kacu merah putih, seragam coklat, berkemah, baris berbaris, penjelajahan alam, tali temali, membuat tandu dari stok, semaphore, tepuk tangan dan bernyanyi di bawah terik matahari. Benar, hampir semua orang memiliki persepsi bahwa pramuka adalah sebagian dari karakter di atas. Padahal esensi Pramuka lebih dari itu. Visinya melompat jauh melampaui aktivitas fisik, dan menjangkau aspek pembinaan karakter yang ditanamkan oleh pelatih dan pembina secara konsisten.

Adalah fakta hari ini perjalanan pembinaan pramuka lebih menitikberatkan pada aktivitas fisik dan kurang menekannya pada menguatkan kapasitas diri baik yang bersifat soft skills, wa bil khusus, kekuatan personalitas, karakter dan kepribadian setiap peserta didik.

Catatan ini saya tuangkan disini sebagai refleksi peringatan hari Pramuka yang ke 58 (14 Agustus 1961 – 14 Agustus 2019). Sebagai pengurus Kwarcab Kota Langsa saya berkeinginan untuk memperkuat citra karakter praja muda Kota Langsa, dan di Aceh secara umum. Sesuai dengan tema peringatan pramuka tahun ini “Siap Sedia Membangun Keutuhan NKRI”

 Seimbang Jiwa Raga

Semangat awal gerakan pramuka Indonesia memiliki tujuan yang sangat mulia. Nilai-nilai kepanduan yang menjadi dasar pembinaan karakter mencakup Prinsip Dasar, Metode, dan Kode Kehormatan seperti yang tercantum dalam AD/ART Pramuka yang mencakup nilai-nilai seperti rajin, terampil, gembira, sopan dan bersahaja, serta setia dan suka menolong. Dari namanya saja PRAMUKA adalah Praja Muda Karana yang berarti Anak Muda yang Suka Berkarya. Jika saja semua peserta didik tahu itu dan mengadopsinya menjadi nilai-nilai intrinsik dalam dirinya maka bisa dibayangkan betapa tangguhnya anak-anak kita dalam mengawal bangsa ini.

UU 12/2010 tentang Pramuka secara tegas menyebutkan bahwa Gerakan Pramuka Indonesia bertujuan untuk membentuk kualitas khusus bagi setiap peserta didik. Hal ini bisa kita lihat dari muatan dasa darmanya, pertama, memiliki kepribadian yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, berkecakapan hidup, sehat jasmani, dan rohani; kedua, menjadi warga negara yang berjiwa Pancasila, setia dan patuh kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta menjadi masyarakat yang baik dan berguna. Jelas terlihat dari urutan-urutan tersebut bahwa kepribadian dulu yang dimatangkan, baru kemudian pengabdian pada keutuhan bangsa.

Lalu dari mana kita harus mulai melakukan intervensi ini? Kesilapan yang kami paparkan diatas juga berawal dari minimnya pemahaman para pembina dan pelatih itu sendiri. Maka tindakan pertama adalah membangun kesadaran pelatih dan pembina agar lebih memfokuskan materi-materi pelatihan pada strategi dan teknis  pencapaian tujuan pramuka, yang dilakukan melalui kursus pembina atau pelatih pembina khususnya saat melatih para pembina di tingkat KMD (Kursus Mahir Dasar), KML (Kursus Mahir Lanjutan), KPD (Kursus Pembina Dasar), dan KPL (Kursus Pembina Lanjutan).

Sejalan dengan itu adalah membangun keteladanan dimana dalam setiap kegiatan pramuka pembina harus menjadi model yang baik bagi peserta didik, terutama dalam hal-hal relijiusitas dan adab sosial. Kurang elok rasanya melihat pembina atau anggota yang senior, yang mengarahkan peserta didik untuk shalat berjamaah, tetapi mereka malah tidak berjamaah. Aspek keteladanan ini sudah lama diperkenalkan oleh Ki Hadjar Dewantara.

Pembina juga bisa menggunakan media-media diskusi untuk memberikan motivasi tentang pentingnya beribadah dan berbuat kebajikan dalam kehidupan sehari hari. Intervensi pembina cenderung akan lebih efektif mengingat peserta didik yang cenderung memiliki kedekatan chemistry kepada pembinanya sehingga saran dan motivasi mereka akan lebih berdampak.

Pramuka tanpa pembangunan karakter menjadi hambar. Hal ini juga yang menjadi penyebab kenapa minat pada kegiatan pramuka juga menurun. Padahal Pramuka merupakan organisasi pendidikan non-formal yang bisa mengisi kelengkapan pendidikan di lingkungan sekolah dan keluarga. Organisasi Pramuka lalu terkesan Jadul dan tanpa kreativitas, para pegiatnya tidak memiliki sense of humanity yang menyentuh kebutuhan masyarakat di sekitarnya, kepekaan dan sikap pro-aktif mereka tidak terasah, inisiatifnya tidak mumpuni, kesan aktivitas kepramukaan sangat mekanistik dan berputar-putar pada aktivitas fisik semata.

Sebagai ekstra kurikuler wajib sesuai kurikulum 2013, pendidikan kepramukaan telah terjebak pada materi-materi formal, menyerupai mata pelajaran sekolah yang lain. Dari sini mulai terlihat pembiasan tujuan. Materi yang diajarkan itu-itu saja dan terkesan kurang membumi sehingga kurang aplikatif dan kurang menggugah minat. Hingga titik tertentu juga kurang menekankan aspek sikap dan akhlak seorang kader muda bangsa.

Karakter yang mapanlah yang kan menjadi trigger bagi peserta didik agar peka pada isu-isu keumatan seperti kebersihan lingkungan dan sumber daya air, penanaman pohon dan penghijauan, menjadi relawan donor darah, menggalang aktivitas sosial bagi keluarga kurang mampu, atau menjadi tim relawan yang siap terjun jika setiap saat terjadi bencana alam, termasuk menjadi relawan disiplin berlalu lintas dan aman berkendara, serta relawan kampanye anti narkoba atau tema-tema aktual lain yang menjadi common interest masyarakat.

Karakter yang mapan juga inilah yang menjadi basis bagi lahirnya sosok pemimpin yang mandiri. Mereka sudah belajar cara memimpin dan menjadi orang yang dipimpin dengan landasan demokratis, bukan kediktatoran. Proses kepemimpinan alamiah ini, ditambah dengan kemampuan adaptatif akan bermuara pada lahirnya pemimpin yang kreatif dan bertanggung jawab. Inilah yang menjadi entry point kita dalam membangun keutuhan Indonesia. Dirgahayu Pramuka-Ku

Uziana, S.Ag., M.Hum (ANCU Penegak Putri, Pengurus Kwarcab Kota Langsa, saat ini juga Mengajar di MAN-2 Kota Langsa) 

 

 

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.